BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1   LANDASAN TEORITIS
2.1.1        Pengertian Kredit
Kredit dalam bahasa latin disebut credere yang artinya percaya. Menurut Kasmir (2001 : 73) “Apabila seseorang memperoleh kredit, maka berarti mereka memperoleh kekayaan, sedangkan si pemberi kredit berarti memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang akan dipinjam akan kembali. Penerima, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjiannya dan mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, “ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakkatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungannya.”

Menurut Astiko (1995 : 5), “Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu pemberian atau melabakan suatu pemberian atau pinjaman dengan janji bahwa waktu pembayarannya ditangguhkan pada suatu jangka yang telah disepakati.”
1.        Unsur-Unsur Kredit
Unsur-Unsur kredit harus diperhatikan dalam pemberian fasilitas kredit. Menurut Kasmir (2002: 75-76) terdapat lima unsur-unsur kredit, yaitu:
  • Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang di berikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang.
  • Kesepakatan, kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
  • Jangka waktu, jangka waktu ini mencakup masa pemgembalian kredit yang telah disepakati.
  • Resiko, resiko kerugian dapat terjadi akibat dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan oleh hal-hal yang tidak disengaja seperti musibah dan bencana alam. Dan hal ini menjadi tanggungan si pemberi kredit.
  • Balas jasa, yaitu keuntungan atas pemberian kredit atau jasa yang dikenal sebagai bunga bagi bank konvensional. Sedangkan bagi bank syariah balas jasa ditentukan dengan sistem bagi hasil.

2.        Jenis-Jenis Kredit
Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank jika dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut:
a.       Dari segi penggunaannya
1.      Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha dan masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dari biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
2.      Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contohnya untuk pembelian bahan baku, ataupun untuk pembayaran gaji karyawan.
b.      Dari segi tujuan kredit:
1.      Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha, produksi atau investasi.
2.      Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.
3.      Kredit perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
c.       Dari segi jangka waktu
  1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
  2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu berkisar antara satu sampai tiga tahun, kredit ini juga dapat diberikan untuk modal kerja.
  3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling lama di atas tiga tahun.
d.      Dari segi sektor usaha
  1. Kredit pertanian, yaitu kredit yang dibiayai oleh sektor perkebunan atau pertanian rakyat.
  2. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek, misalnya peternakan ayam dan untuk kredit yang panjang misalnya peternakan sapi atau kambing.
  3. Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar.
  4. Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang, yang dibiayai dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau timah.
  5. Kredit pendidikan, yaitu kredit yang diberikan untuk pembangunan sarana dan prasaranan pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.
  6. Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada kalangan profesional seperti: dokter, dosen atau pengacara.
  7. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah.
3. Prinsip Pemberian Kredit
Pemberian kredit harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar. Salah satu pemberian kredit adalah dengan cara analisis Lima C yaitu sebagai berikut:
  1. Character, yaitu sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur.
  2. Capacity, untuk melihat kemampuan nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba.
  3. Capital, untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
  4. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
  5. Condition, dalam menilai kredit hendaknya juga menilai kondisi ekonomi sekatang dan untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.

2.1.2 Ruang Lingkup Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Pembahasan mengenai Usaha Kecil dan Menengah (UKM) meliputi defenisi atau kriteria usaha kecil dan menengah, jenis dan bentuk usaha yang akan didirikan serta keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki. Dengan memahami hal-hal tersebut, usaha kecil dan menengah (UKM) akan mempunyai suatu pedoman yang jelas dalam mendirikan, menjalankan dan mengembangkan usahanya.
1.        Pengertian atau Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ternyata sangat bervariasi, tergantung pada konsep yang digunakan. Setiap defenisi sedikitnya tercakup dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:
  1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau,
  2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 Milyar/tahun (Rachmat, 2004;14).
Sedangkan untuk kriteria usaha menengah:
  1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 1 milyar dan
  2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar.
Pengertian pengelompokkan kegiatan usaha dapat ditinjau dari jumlah pekerja sebagai berikut: Usaha skala kecil adalah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja paling sedikit lima orang dan paling banyak sembilan belas orang termasuk pengusaha. Sedangkan industri rumah tangga adalah unti usaha dengan jumlah tenaga kerja paling banyak empat orang termasuk pengusaha. Sedangkan industri
skala menengah dan besar adalah unit usaha dengan jumlah pekerja lebih dari 20 orang.(Tambunan, 1999:670).
Berdasarkan Keputuan Menteri Keuangan Nomor. 31 6/KMK.06 1/1994, usaga kecil didefenisikan ssebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp. 600 juta (di luar tanah dan bangunan yang di tempati) terdiri dari:
  • Badan usaha (Fa, CV, PT dan koperasi)
  • Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang baran dan jasa dan sebagainya.)
1.      Jenis dan Bentuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Menurut Wibowo (2003 ; 5), kegiatan perusahaan pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam tiga jenis usaha yaitu:
a.       Jenis usaha perdagangan distribusi.
Jenis usaha ini merupakan usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan memindahkan barang dan produsen ke konsumen atau dari tempat yang mempunyai kelebihan persediaan ke tempat yang membutuhkan. Jenis usaha ini diantaranya bergerak dibidang pertokoan, warung, rumah makan, penyalur (whole saler), pedagang perantara, tengkulak, dan sebagainya. Komisioner dan makelar dapat juga dimasukkan dalam kegiatan perdagangan karena kegiatannya dalam jual beli barang.

b.      Jenis usaha produksi.
Industri adalah jenis usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan proses pengubahan suatu bahan/barang menjadi bahan/barang lain yang beebeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai tambah. Kegiatan ini dapat berupa bangunan, dan sebagainya. Dalam hal ini kegiatan dalam budidaya sektor pertanian/peternakan/perikanan/perkebunan dan kegiatan penangkapan ikan termasuk jenis usaha produksi.

c.       Jenis usaha komersial
Usaha jenis komersial merupakan usaha yang bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Contoh jenis usaha ini adalah asuransi, bank konsultan, biro perjalanan, pariwisata, pengiriman barang (ekspedisi), bengkel, salon kecantikan, penginapan, gedung bioskop dan sebagainya, termasuk peraktek dokter dan perencanaan bangunan.


2.      Keunggulan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
  1. Tetap bertahan dan mengantisipasi kelesuan perekonomian yang diakibatkan inflasi maupun berbagai faktor penyebab lainnya.
  2. Tanpa subsidi dan proteksi, usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia maupun menambah nilai devisa bagi negara.
  3. Usaha kecil yang informasi mampu berperan sebagai penyangga dalam perekonomian.
  4. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.
  5. Independen dalam penentuan harga produksi atau barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkannya.
  6. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang cepat berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
  7. Prosedur hukum yng sederhana.
  8. Pajak relatif ringan, sebab yang dikenakan pajak bukanlah perusahaannya tetapi pengusahanya.
  9. Mudah dalam proses pendiriannya.
  10. Mudah untuk dibubarkan pada waktu yang dikehendaki.
  11. Pemilik mengelola secara mandiri dan bebas waktu.
  12. Pemilik menerima seluruh laba.
  13. Umumnya mempunyai kecendrungan untuk bertahan (survive).
  14. Usaha kecil dan menengah (UKM) sangat cocok untuk didirikan oleh para pengusaha yang sama sekaliu belum pernah mencoba untuk mendirikan suatu usaha sehingga memiliki sedikit pesaing.
  15. Terbukanya peluang dengan adanya berbagai kemudahan dalam peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya usaha kecil di Indonesia.
  16. Deversifikasi usaha terbuka luas sepanjang waktu dan pasar konsumen senantiasa tergali melalui kreativitas pengelola.
  17. Relatif tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar, tenaga kerja yang tidak berpendidikan tinggi, serta sarana prosuksi lainnya yang tidak terlalu mahal.
  18. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil.
  19. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.

3.      Kelemahan dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai berikut:
  1. Umumnya usaha kecil dan menengah tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaran uang tunai/kas serta penelitian lainnya yang diperlukan dalam suatu aktivitas bisnis.
  2. Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akuntansi yang memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur organisasi dan pendelegasian wewenang serta alat-alat manajerial lainnya (perencanaan, pelaksanaan, serta pengendalian usaha) yang diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yang profit oriented.
  3. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai kekurangan dalam informasi, baik itu informasi pasar, produk, dan informasi lainnya yang bergubungan denagn bisnis.
  4. Kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta seiring tidak konsisten dengan ketentuan pesan
  5. Terlalu banyak biaya-biaya yang di luar pengendalian serta hutang-hutang yang tidak bermanfaan, juga tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan pembukuan standar.
  6. Pembagian kerja pada usaha kecil dan menengah tidak profesianal, sering terjadi pengelolaan memiliki pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja di luar batas jam kerja standar.
  7. Kesulitan mengenai kebutuhan modal kerja, sebab tidak dilakukan perencanaan kas.
  8. Sering terjadi kelebihan persediaan barang yang tidak laku.
  9. Resiko dan hutang-hutang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi pemilik.
  10. Sumber modal terbatas pada kemampuan pemilik dan kesempatan untuk mendapatkan kredit dan bank sangat kecil.

2.1.3 Kemitraan
1.      Pengertian Kemitraan
a.       Menurut (Hafsah, 2000 : 43) Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.”
b.      Menurut (Rachmat, 2004:40) Kemitraan merupakan hubungan kerjasama usaha diberbagai pihak yang strategis, bersifat sukarela, dan berdasar prinsip saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh usaha besar.
2.      Tujuan Kemitraan
a.       Meningkatkan pendapat usaha kecil dan masyarakat.
b.      Meningkatkan perbolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.
c.       Meningkat pemeran dan pemberdayaan masyarakat.
d.      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional.
e.       Memperluas kesempatan kerja.
f.       Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
3.      Beberapa pola atau jenis kemitraan usaha antara lain:
a.       Inti-plasma, inti berfungsi melakukan pembinaan, penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran, sedangkan plasma melakukan fungsi produksi.
b.      Sub kontrak. Pola ini merujuk pada usaha kecil memproduksi komponen yang di perluas oleh usaha menengah dan besar sebagai bagian dari produksinya. Sedangkan usaha menengah dan besar berfungsi melakukan pembelian komponen dari usaha kecil untuk keperluan produksinya. Pola ini didorong oleh ketentuan dan peraturan yang ditetapkan untuk menyelamatkan usaha.
c.       kecil sebagai mitra bagian yang tidak terpisahkan, pola ini lebih sederhana dan mudah diterapkan bila didukung oleh suatu aturan yang jelas dari pemerintah.
d.      Dagang Umum
Pola ini usaha menengah dan besar memasarkan hasil produksi usaha atau usaha kecil sebagai pemasok kebutuhan usaha menengah dan besar. Pola ini dilakukan dalam dunia bisnis atas dasar saling menguntungkan.
e.       Waralaba pemberian.
Waralaba memberikan hak penguasaan lisensi merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan bantuan bimbingan manajemen. Pada prinsipnya pola ini banyak digunakan dalam dunia bisnis terutama bagi merek-merek terkenal dan dikonsumsi banyak orang. Hampir setiap celah bisnis dapat menggunakan pola ini seperti fast food, industri kima, obat-obatan dan industri jasa lainnya. Pola ini secara bisnis lebih menjamin keberhasilan namun dalam jangka panjang pola ini dapat menguras devisa negara sangatlah besar karena royalti yang akan dibayar secara totalitas sangatlah besar.
f.       Keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan di mana usaha kecil di berikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dan usaha menengah dan besar sebagai mitranya.
4.        Program kemitraan sebagai wadah pengembangan UKM
Program kemitraan merupakan wadah untuk pengembangan UKM dikarenakan program ini dapat menjawab dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang selama ini dialami oleh UKM di Indonesia mengingat mekanisme dan struktur kelembagaan kemitraan diatur berdasarkan KEP-2361MBU/2003 yang merupakan peraturan yang keluar dikarenakan peraturan sebelumnya belum dapat tercapai maka unit program kemitraan sekurang-kurangnya melakukan fungsi pembinaan, evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi, fungsi administrasi dan keungan. Unit kemitraan di kantor pusat dibentuk dengan memperhatikan kondisi perusahaan. Sedangkan bentuk pelaksanaam di kantor cabang atau perwakilan disesuaikan dengan kebutuhan. Unit kemitraan atau PUKK bertanggung jawab langsung kepada salah satu anggota direksi yang ditetapkan dalam rapat direksi. Karyawan yang ditunjuk untuk menangani unit program kemitraan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan karyawan lain di BUMN pembina yang bersangkutan.

5.      Bentuk Program Kemitraan
a.       Pemberian pinjaman, yaitu:
1.      Pinjaman untuk modal kerja dan atau untuk pembelian barang-barang modal (aktiva tetap produktif) seperti mesin dan alat produksi, alat bantu produksi, dan lai sebaginya yang darat meningkatkan produksi dan penjualan produk mitrabinaan.
2.      Pinjaman khusus yaitu pemberian pinjaman yang dapat diberikan oleh BUMN Pembinaan yang bersifat jangka pendek dengan waktu maksimum satu tahun serta dengan nilai pinjaman yang cukup material bagi mitra binaan.
b.      Hibah dalam bentuk:
1.      Meningkatkan pengendalian mutu produksi
2.      Meningkatkan pemenuhan standarisasi teknologi
3.      Meningkatkan rancang bangun dan perekayasaan
4.    Bantuan pemasaran produk mitra binaan, dalam bentuk bantuan penjualan produk mitra binaan, mempromosikan produk mitra binaan melalui kegiatan pameran maupun penyediaan ruang pameran (showroom), pendidikan, pelatiahn dan pemagangan untuk mitra binaaan dapat dilakukan sendiri oleh BUMN Pembinaan dan lembaga pendidikan atau pelatihan swasta profesional maupun perguruan tinggi. Jangka waktu atau masa pembinaan tersebut menjadi tangguh, mandiri, bankable (dapat diberi pinjaman).

2.2  Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada penelitian ini, adanya kemitraan usaha antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan dan mengembangkan pertumbuhan regional. Menurut Hafsah (2000 : 67), Kemitraan merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan kesempatan berkiprahnya pengusaha kecil dalam percaturan perekonomian nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial, dimana kemitraan adalah jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan.
Defenisi kemitraan tersebuit di atas mengandung makna sebagai tanggung jawab moral. Pengusaha menengah/besar mampu untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya, sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan. Ini berarti masing-masing pihak yang bermitra harus menyadari bahwa mereka memiliki perbedaan masing-masing yang memiliki keterbatasan, baik dibidang manajemen serta pengusaan sumber daya.

2.3  Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang diteliti. Adapun hipotesis dari rumusan masalah penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian kredit Program Kemitraan Bina Lingkungan dalam perkembangan kinerja Usaha Kecil dan Menengah.

0 komentar:

Posting Komentar