Keberhasilan
Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi Berat
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) dalam kehamilan
diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM yang mendahului kehamilan, yaitu DM
pragestasional dan DM yang terjadi saat kehamilan, yaitu DM gestasional. Dampak
terbesar pada kondisi ini, meningkatnya morbiditas dan mortalitas baik ibu
maupun janin. Di RSU Dr. Soetomo, angka kejadian tahun 1991 hingga 2003 adalah
12 penderita dari 602 kehamilan. Data tahun 2003, cara persalinan seksio
sesarea berkisar 47.
Skrining pada wanita hamil sangat diperlukan,
mengingat insidensi diabetes dalam kehamilan makin meningkat, terutama pada
wanita risiko tinggi. TTGO di RSU Dr. Soetomo berdasar workshop fetomaternal
terakhir (1998) tetap memakai beban 100 g dengan DMG dikatakan positif bila
dijumpai 2 angka sama atau lebih. Nilai yang dianggap standar adalah kadar gula
puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam 165 mg/dl, dan 3 jam 145 mg/dl. Bila
didapatkan hasil dua angka yang meningkat maka DMG dapat ditegakkan. Tallarigo,
dkk menemukan bahwa kejadian makrosomia berkaitan dengan nilai 2 jam pp.1
KASUS
Terdapat dua kasus kehamilan dengan DM
pragestasional yang dirawat di RSU Dr. Soetomo. Kasus pertama adalah Ny. L,
wanita berusia 35 tahun yang hamil pertama, datang saat usia kehamilan 34/35
minggu dan status gizi obesitas. Kasus kedua ialah Ny. N, wanita 20 tahun yang
juga hamil pertama, datang saat usia kehamilan 35/36 minggu dan status gizi
kurus. Diagnosis untuk keduanya ditegakkan dengan anamnesis, HbA1C, GDP/2 jam
PP, BUN/SK, dan USG.
TATALAKSANA KASUS
Kasus I. Riwayat penyakit dahulu Ny. L.
Penderita diketahui menderita diabetes sejak 20 tahun yang lalu, penderita
sering mengeluh lemah dan lesu, kemudian oleh orang tua diminta untuk check-up
gula darah di Puskesmas dan dikatakan gula darah tinggi yaitu ± 200. Riwayat
kedua orang tua menderita diabetes. Minum obat Glibenklamid 1-0-1 selama 3
tahun. Selama ini tidak pernah lagi mengontrol kadar gula darah. Sejak 3 tahun
yang lalu, mengeluh luka di kaki yang tidak sembuh, hasil pemeriksaan gula
darah saat itu 430, kemudian berobat ke dokter bedah diberi daonil 1-1/2-0,
minum obat selama 3 bulan. Hingga saat ini, penderita masih minum glibenklamid.
Sejak usia 28 tahun, penderita kontrol teratur di poli Diabetes menggunakan
insulin. Mendapat insulin Humulin 8 IU-0-0 dan diet KV. Riwayat hipertensi
kronis disangkal. Penderita memeriksakan diri di poli Hamil I karena terlambat
menstruasi 3 bulan.
Riwayat pemeriksaan USG di Fetomaternal, janin/tunggal/hidup,
CRL = 8 mgg, DJJ+. TD 150/90, N 80 x/mnt, RR 20 x/mnt. Cor/pulmo dalam batas
normal, Edema –/–, albuminuria +l. Hasil konsul mata: ODS proliferatif diabetik
retinopati. Hasil konsul kardio: Hipertensi stage I, terapi Nifedipin 3 x 5 mg,
Metyldopa 2 x 250 mg. Hasil konsul poli Diabetes: Inj Humulin 10 IU-0-0 dan
tidak perlu regulasi cepat. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat disimak pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. L
GDP = 220
GD 2 j PP
= 276
BUN = 7,4
SK = 0,5
UL = lekosit banyak
|
Asam urat = 3,5
K+ = 2,7
Na2+ = 133
SGOT = 12
SGPT = 12
|
Albumin = 3,9
HbA 1C = 8,6
Hb = 13,5
Lekosit = 11,1
Trombosit = 358
|
Pada kasus Ny. L/34 th, kami lakukan perawatan
secara poliklinis dengan mengontrol dan memonitor kadar gula secara ketat.
Meski demikian penderita kerap kali MRS karena gula darah meningkat dari target
yang ditentukan, sehingga insulin yang dipakai diganti dengan aktrapid serta
pemberian edukasi ulang saat MRS. Selama kami merawat penderita tersebut
kesulitan yang timbul adalah kadar gula yang tidak stabil meski dosis insulin
ditingkatkan serta timbulnya komplikasi yang tidak dapat dicegah. Komplikasi
yang timbul adalah vitreous bleeding dan hipertensi kronik superimposed preeklamsia.
Akhirnya kehamilan diterminasi dengan seksio sesarea.
Kasus II. Penderita, Ny. ND, kiriman poli Kandungan
dengan gravida muda + DM tipe 1 + nefropati diabetik. Tes urine pertama bulan Desember
2004 di poli Kandungan. Gerak anak pertama kali (–). Pemeriksaan antenatal
dilakukan penderita di poli Kandungan. Penderita menikah 1 tahun, riwayat KB (–).
Riwayat penyakit dahulu. Penderita diketahui
menderita DM sejak kelas 3 SD. Awalnya dengan keluhan banyak makan, minum,
sering kencing, dan penurunan berat badan, hingga kemaluan penderita lecet.
Oleh orang tua diperiksakan ke poli Anak, diperiksakan gula darah, didapatkan
hasil GDA 750. Penderita sempat MRS di bagian anak untuk regulasi gula darah
dan pengaturan diet. Kemudian penderita berobat teratur di poli Endokrin Anak,
mendapat terapi mixtard. Setelah diterapi, hasil gula darah berkisar antara 94–104.
Tanggal 23 April 2001, penderita. dikonsulkan ke bagian Mata dengan keluhan
penglihatan berkurang. Oleh bagian mata didiagnosis early nonproliferatif
diabetic retinopathy, dikonsulkan ke supervisor mata disarankan terapi
konservatif, kontrol tiap 2 bulan. Kemudian penderita kontrol tidak teratur
oleh karena keluhan berkurang. Sejak tahun 2002, penderita pindah rawat jalan
ke poli Endokrin (IPD). Hingga saat ini mendapat terapi mixtard 20 IU (pagi),
15 IU (sore) serta diet B2 puasa. Pada bulan Februari 2003, merasa bila kencing
nyeri dan kencing seperti air beras (keruh). Dilakukan pemeriksaan di poli Endokrin
dan didapatkan hasil: UL leuko (+) 6–7, silinder (+) dan mikroalbuminuria 820,1
mg/l. Saat itu TD berkisar 130/100. Kemudian penderita dikonsulkan ke poli
Nefrologi dan mendapat terapi captopril 3 x 12,5 mg serta Nifedipin 3 x 5 mg.
Didiagnosis nefropati diabetik. Penderita kontrol hingga saat ini. Pada tanggal
23 Desember 2004, penderita kontrol pertama kali ke poli Kandungan dengan
keluhan terlambat haid sejak 1 bulan, dilakukan pemeriksaan tes kehamilan (+)
kemudian kontrol tiap bulan. Tanggal 20 Januari 2005, penderita memeriksakan diri
ke poli Mata dengan keluhan mata kabur. Pada tanggal 24 Januari 2005, penderita
mengeluh keluar flek-flek dari kemaluan. Saat itu, hasil GDA 75 dan mendapat
terapi mixtard 10 IU (pagi) dan 6 IU (sore). Hasil pemeriksaan USG di fetomaternal
GS (+) intrauterin, janin/tunggal/DJJ (+), CRL = 32,8 mm sesuai 10–11 minggu.
Diberikan terapi duphaston dan roborantia, kontrol ke poli Hamil 1. TD 150/90,
N 88 x/mnt, RR 20 x/mnt. Cor/pulmo dalam batas normal, edema –/–, albuminuria +1.
Hasil konsul Mata: ODS early proliferatif diabetic retinopathy. Hasil konsul
poli Diabetes: hasil GD 2 jam PP 149 dan terapi inj Humulin 20 IU (pagi), 15 IU
(sore). Hasil konsul Nefro: metyldopa 3 x 250 mg, cek laboratorium lengkap. Hasil
lab: Hb = 10,1, Lekosit = 11,8, Trombosit = 333, GDA = 428, BUN = 25, SK = 1,5,
asam urat = 4,6, SGOT/SGPT = 22/13, K+ = 4,8, Na2+ = 132,
UL: Reduksi (++). Hasil konsul IPD: penderita dengan gravida muda + DM belum
teregulasi. Saran: Diet B 1500 kkal, regulasi cepat insulin 3 x 4 IU (i.v.)
Pada kasus kedua Ny. N/20 thn, diketahui telah
menderita diabetes sejak kecil. Penderita menggunakan OHO cukup lama. Bahkan
sempat MRS di bagian anak, RSUD Dr. Soetomo karena kadar gula > 500. Saat
usia remaja, penderita mulai menggunakan insulin serta didapatkan komplikasi
diabetes nefropati. Pada saat hamil, diperlukan pemantauan ketat kondisi ibu
dan janin, serta pemberian edukasi dan komunikasi terhadap ibu dan keluarga.
Selama perawatan penderita tersebut kesulitan yang timbul adalah kadar gula
yang tidak stabil meski dosis insulin ditingkatkan serta timbulnya komplikasi
yang tidak dapat dicegah. Penderita beberapa kali MRS, untuk regulasi kadar
gula darah serta pemantauan ketat di rumah sakit saat usia kehamilan 33 minggu.
Meski demikian komplikasi tetap tidak dapat dicegah. Komplikasi yang timbul adalah
hipertensi kronik superimposed preeklamsia, fetal takikardi, retinopati dan
hidramnion. Akhimya kehamilan diterminasi dengan seksio sesarea.
PEMBAHASAN
Pada kedua kasus tersebut, Ny. L/34 th dan Ny.
N/20 th merupakan kasus PGDM yang telah terdiagnosis serta didapat komplikasi
sebelum kehamilan. Kondisi yang timbul pada kedua kasus diatas selama kehamilan
adalah preeklamsia, hidramnion, dan persalinan prematur. Komplikasi yang kerap
terjadi pada PGDM, yaitu preeklamsia, persalinan prematur, infeksi saluran
kencing, kelainan kongenital, hidramnion, gangguan pertumbuhan janin terhambat,
serta meningkatnya persalinan dengan seksio sesarea. Menurut Sibai, kejadian
persalinan prematur pada PGDM berkisar 9%, preeklampsia 10–20%.2
Dilaporkan persalinan prematur pada PGDM, didahului dengan preeklamsia. Menurut
Seely,3 insulin resisten atau hiperglikemi merupakan salah satu
penyebab preeklamsia. Hiperinsulin akan meningkatkan absorbsi natrium di
ginjal, merangsang sistem saraf simpatis dan menyebabkan endothel dysfunction,
kesemuanya mengakibatkan vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh darah.
Pengaruh diabetes dalam kehamilan disimpulkan akibat
progresivitas diabetes menjadi nefropati diabetikum. Pada kasus II, tahun 2005,
keluhan bertambah menjadi mata kabur, setelah dikonsulkan ke bagian Mata
didiagnosis retinopati diabetikum. Tidak berbeda dengan kasus kedua, Ny. L/34
thn, yang juga menderita diabetes sebelum kehamilan, lama diabetes yang
diderita lebih dari 5 tahun dan diagnosis hanya di tingkat Puskesmas.
Progresivitas penyakit berupa infertil, retinopati diabetikum. Berdasar data di
atas menegakkan diagnosis diabetes berikut dengan komplikasi bukanlah hal yang
sulit, akan tetapi meskipun dengan pengobatan yang adekuat progresivitas
penyakit akibat mikro- dan makroangiopati tetap berlanjut. Indikasi penggunaan
insulin sebagai salah satu terapi dalam mengontrol kadar gula darah merupakan
pilihan, disamping diet dan olahraga.
Kesulitan dalam regulasi gula darah. Menurut
Paust, berdasar penelitian 157 penderita diabetes yang mendapat stresor
psikologis, pengendalian gula darah akan mengalami gangguan. Dikaitkan stres
psikologis dan fisik, akan mempengaruhi proses apoptosis dan autoimun sehingga
berpengaruh pada metabolisme kortisol dalam tubuh. Stres psikologis akan
meningkatkan produksi ACTH dan kortisol di kelenjar adrenal yang berpengaruh
pada apoptosis sel limfoid hingga terjadi reaksi autoimun, proses autoimun ini
akan mempengaruhi sel β pankreas (reaksi autoimun) sehingga produksi insulin
akan menurun dan glukosa darah akan meningkat.4
Edukasi dalam meningkatkan kepatuhan terapi.
Menurut ADA, salah satu dalam program terapi adalah edukasi. PGDM merupakan penyakit
yang bersifat kronis sehingga diperlukan perawatan, dan penjelasan kepada
penderita dilakukan secara berulang, diharapkan penderita dapat melakukan manajemen
terapi dan monitoring secara mandiri.5
Monitoring ibu dan pertumbuhan janin saat
perawatan antenatal dan pascapersalinan. Pada kedua kasus, penderita memeriksakan
kehamilan saat trimester I dengan kondisi kadar gula darah yang belum
teregulasi. Hanya saja keduanya telah mendapat terapi di poli Penyakit Dalam,
bahkan Ny. N/20 thn, mendapat insulin sejak remaja, hal ini dimungkinkan
kondisi hiperglikemi yang bersifat teratogenik dapat diminimalisiasi. Menurut
Inzucchi2 dalam menurunkan risiko kelainan kongenital pada PGDM
adalah regulasi gula darah, sebelum konsepsi dan saat trimester pertama.
Sebelum usia kehamilan 8 minggu merupakan periode organogenesis, kondisis hiperglikemi
sebelum 8 minggu kehamilan bersifat teratogenik. Dikatakan menyebabkan
peningkatan radikal bebas dan deplesi dari myoinositol.2,6
Menentukan kapan waktu yang tepat melakukan
terminasi kehamilan serta mode of delivery-nya. Prosedur di RSU Dr. Soetomo,
terminasi kehamilan pada diabetes dalam kehamilan dilakukan atas indikasi ibu,
yaitu gula darah sulit dikendalikan, serta timbul komplikasi yang memberat,
indikasi janin yaitu bila kesejahteraan janin menurun atau tafsiran berat janin
lebih dari 4 kg, sedang indikasi waktu bila > 38 minggu.1 Sebelum
dilakukan terminasi sebaiknya dilakukan amniosentesis untuk mengetahui maturasi
paru janin. Dilakukan seksio secara elektif bila ditemukan kecurigaan bayi
besar.2
Apakah penderita dapat hamil lagi? Dikatakan
kehamilan merupakan kondisi diabetogenik sehingga penderita dengan riwayat
diabetes pada kehamilan memiliki risiko diabetes yang menetap. Menurut
Inzucchi,2 penderita dapat hamil lagi, akan tetapi diperlukan kejasama
yang baik dengan penderita serta monitor terhadap kondisi ibu maupun janin.
Pemilihan metode kontrasepsi. Kontrasepsi yang
mengandung progesteron sebagai alternatif pilihan atau bila paritas cukup dapat
dilakukan steril.2
KESIMPULAN
Diabetes dalam kehamilan merupakan masalah
yang penting. Pada kondisi saat ini angka kejadian diabetes dalam kehamilan
makin meningkat. Skrining atau deteksi dini dengan pemeriksaan kadar gula darah
amat diperlukan. Pada kedua kasus ini meski telah dilakukan monitoring serta
terapi adekuat, kondisi kadar gula tetap tidak stabil dan komplikasi tetap
timbul.
DAFTAR PUSTAKA
- Hermanto HT, Pranoto A. Konsensus pedoman diagnosis dan terapi diabetes melitus dalam kehamilan; 2004. h.1–35.
- Inzucchi SE, Galerneau F. Diabetes mellitus in pregnancy. Obstet Gynecol Clin N Am. 2004; 31:907–33.
- Seely EW, Solomon CG. Insulin resistance and its potensial role in pregnancy induced hypertension. 2003; 2393–8.
- Putra TS. Paradigma psikoneuroimunologi pada penelitian diabetes melitus; 2001. h.16–23.
- Abbate LS. Expanded ABCs of diabetes. Clinical Diabetes. 2003; 21(3):128–33.
- Tjokroprawiro A. Diabetes and Pregnancy. Diabetes and Nutrition Center – Dr. Soetomo Teaching Hospital, Airlangga University School of Medicine, Surabaya; 2004. p.1–14.
0 komentar:
Posting Komentar