BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Penanggulangan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia penanggulangan berasal dari kata “tanggulang” yang
berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”,
sehingga menjadi “penanggulangan” yang berarti proses, cara, perbuatan
menanggulangi.[1]
Penanggulangan
adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, mengahadapi, atau mengatasi
suatu keadaan mencakup aktivitas preventif dan sekaligus berupaya untuk
memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah (sebagai
narapidana) di lembaga pemasyarakatan, dengan kata lain upaya penanggulangan
pencurian dapat dilakukan secara preventif dan refresif.[2]
Sedangkan
yang dimaksud dengan penanggulangan yaitu upaya mengatasi dan memberi solusi
kepada anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang seperti mencuri serta
kepada para pihak yang berhubungan dengan anak tersebut, seperti orang tua,
guru, tokoh masyarakat maupun pemerintah.
Penanggulangan
merupakan suatu pencegahan yang berguna untuk meminimalisir atas kejadian atau
perbuatan yang telah terjadi agar tidak terjadi lagi kejadian ataupun perbuatan
tersebut.
Upaya
penanggulangan kejahatan sesungguhnya merupakan upaya terus menerus dan
berkesinambungan selalu ada, bahkan tidak akan pernah ada upaya yang bersifat
final. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa setiap upaya penanggulangan kejahatan
tidak dapat menjanjikan dengaan pasti bahwa kejahatan itu tidak akan terulang
atau tidak akan memunculkan kejahatan baru. Namun demikian, upaya itu tetap harus
dilakukan untuk lebih menjamin perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.Usaha
penanggulangan kejahatan bisa dilakukan salah satunya dengan mengadakan hukum
pidana, hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan
hukum, khususnya di dalam penegakan hukum pidana.
Dilihat
dari sudut kejahatan, upaya penanggulangan kejahatan tentunya tidak dapat dilakukan secara parsial
dengan hukum pidana (sarana penal) saja, tetapi harus juga ditempuh dengan
pendekatan secara integral yang harus dilakukan oleh yang melakukan
penanggulangan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penanggulangan yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah proses, cara, perbuatan atau upaya yang dilakukan di dalam
meminimalisir pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak dengan
mengkaitkannya dengan ilmu kriminologi.
B. Pencurian
dengan Kekerasan
Pencurian adalah perbuatan
dengan sengaja mengambil benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
dengan maksud memilikinya secara melawan hukum.[3]
Pengertian tindak pidana
pencurian dapat dipahami berdasarkan
bunyi Pasal 362 KUHP yang berunyi: “barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan masud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Unsur-unsur
dalam Pasal 362 KUHP tersebut terdiri atas:
- Mengambil barang artinya perbuatan mengambil barang, kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ketempat orang lain.
- Barang yang diambil artinya merugikan kekayaan korban, maka barang yang harus diambil harus berharga, harga ini tidak selalu bersifat ekonomis.
- Tujuan memiliki barangnya dengan melanggar hukum artinya tindak pidana pencurian dalam bentuknya yang pokok berupa perbuatan mengambil suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.
Sedangkan
mengenai “memiliki barang” adalah melakukan suatu perbuatan yang didalamnya
jelas nampak niat memperlakukan barang menurut kehendaknya.Perbuatan sesuatu dengan
sesuatu barang seolah-olah pemilik barang itu, dan dengan perbuatan tertentu
itu si pelaku melanggar hukum.
Perbuatan
ini dapat berwujud seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri,
menggadaikan, dan sering bahkan bersifat negatif yaitu tidak berbuat apa-apa
dengan barang itu, tetapi juga tidak mempersilahkan orang lain berbuat sesuatu
dengan barang itu tanpa persetujuannya.
Sesorang
mengambil barang mungkin mempunyai alasan untuk menghancurkan barang itu,
misalnya untuk menghilangkan hal yang akanmembuktikan sesuatu terhadap dirinya,
atau yang akan selalu mengingatkannya kepada hal yang ia lebih suka
melupakannya.
Di
samping itu oleh karena pada waktu barangnya diambil dan beberapa waktu
kemudian belum dilakukan penghancuran barang, maka masih dapat dianggap wajar
bahwa si pengambil barang itu bermaksud bertindak seolah-olah seorang pemilik
barangnya.Maka hal ini bisa dikatakan perbuatan tersebut juga dikenakan Pasal
362 KUHP tentang pencurian.
Tindak
pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP di
atas, terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif, yakni sebagai berikut:
1.
Unsur subjektif
Menguasai
benda tersebut secara melawan hukum.
2.
Unsur objektif:
- Barang siapa
- Mengambil atau wegnemen yaitu suatu prilaku yang membuat suatu benda berada dalam penguasaannya yang nyata, atau berada di bawah kekuasaannya atau di dalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.
- Sesuatu benda
- Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.
Menurut simons[4]:
Yang dimaksud dengan mengambil yaitu membawa suatu benda menjadi berada
dalam penguasaannya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada di bawah
penguasaannnya yang nyata, dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan
perbuatannya, benda tersebut harus belum berada dalam penguasaannya.Seseorang
dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidanan pencurian sebagaimana
yang dimaksud di atas, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi unsur dari
tindak pidana pencurian yang terdapat dalam rumusan Pasal 362 KUHP.
Pengaturan mengenai tindak
pidana pencurian dalam KUHP bukuII Bab XXII, Pasal 362 KUHP sampai Pasal 367
KUHP yang dapatdigolongkan berdasarkan unsur-unsurnya yaitu:
1. Tindak Pidana Pencurian Biasa
Pencurian biasa termuat
dalam Pasal 362 KUHP yangbunyinya sebagai berikut:“Barang mengambil barang sesuatu yang seluruhnya
atausebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilikisecara melawan
hukum, diancam karena pencurian denganpidana penjara paling lama lima tahun
atau denda palingbanyak enam puluh rupiah”.
Berdasarkan uraian di atas
unsur-unsur tindak pidanapencurian biasa adalah:
- Perbuatan mengambil
- Barang yang diambil
- Barang milik yang dicuri harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain
- Tujuan memiliki barang secara melawan hukum
2.
Tindak Pidana
pencurian dengan pemberatan
Diatur dalam Pasal 363 dan
365 KUHP disebutkan pencuriandengan pemberatan karena pencurian dilakukan
dengan cara tertentuatau dalam keadaan tertentu, sehingga ancaman pidananya
diperberat,dimana cara atau keadaan tertentu antara lain adalah:
- Pencurian hewan ternak.
- Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, bencana alam, gempa bumi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kapi, huru hara, pemberontakan, pemberontakan dalam kapal atau bencana perang.
- Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau pekarangan yang tertutup dimana terdapat rumah kediaman oleh orang yang ada disitu tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak.
- Pencurian dilakuan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
- Pencurian yang untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang dicuri itu dilakukan dengan jalan membongkar, mematahkan atau memanjat atau memakai atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian, jabatan palsu.
3. Tindak pidana
pencurian dengan kekerasan
Tindak pidana pencurian
dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365KUHP yang di antaranya menyebutkan “Diancam
dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun pencurianyang didahului, disertai
atau diikuti dengan kekerasan atau ancamankekerasan terhadap orang, dengan
maksud untuk mempersiapkan ataumempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap
tangan, untukmemungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau
untuktetap menguasai barang yang dicurinya.
Dari Pasal 365 ayat (1) di
atas yang dimaksud denganpencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang
didahului, disertaiatau diikuti dengan kekerasan atau ancaman terhadap orang,
yangdimaksudkan untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurianatau apabila
dalam hal tertangkap tangan akan memungkinkanbaginya untuk melarikan diri atau
tetap mengusai barang yangdicurinya.
Mula-mula
pengertian kekerasan dapat kita jumpai pada Pasal 89 KUHP yang berbunyi
“Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.Pasal tersebut tidak menjelaskan bagaimana kekerasan tersebut
dilakukan. Demikian juga tidak dijelaskan bagaimana bentuk-bentuk kekerasan
tersebut, sedangkan pengertian tidak “berdaya” adalah tidak mempunyai kekuatan
atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.[5]
Sementara itu dari Pasal 365
ayat (2) sampai ayat (4) adahal-hal yang menyebabkan ancaman pidana diperberat,
antara lain:
- Bila perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada dirumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api yang sedang berjalan.
- Perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
- bila masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak, memanjat atau anak kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.
- Perbuatan tersebut mengakibatkan luka-luka atau matinyaseseorang.
C. Anak
Anak
adalah orang yang belum cukup umur yang ditentukan undang-undang dan yang
berada di bawah kuasa orang tua, atau walinya.[6]
Anak
adalah manusia yang masih kecil, misalnya berusia 6 tahun.Usia 6 tahunbagi anak
di sini masih bersifat umum, belum mempunyai makna yang dapat dikaitkan dengan
tanggung jawab yuridis. Departemen kesehatan menggolongkan anak menjadi 4
golongan, yaitu:
- Usia 0 tahun sampai 5 tahun (usia balita).
- Usia 5 sampai dengan 10 tahun (usia anak-anak).
- Usia 10 sampai dengan 20 tahun (usia remaja).
- Usia 20 samapai dengan 30 tahun (usia menjelang dewasa).
Pengertian
anak dalam kaitan dengan prilaku anak nakal (JuvenileDelinquency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada
tingkat usia, dalam arti tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai
anak. selain itu adapula yang melakukan dengan pendekatan psikososial dalam
usahanya merumuskan tentang anak.
Penentuan
batas usia anak di Indonesia dalam kaitan dengan pertanggungjawaban pidana,
telah diatur secara eksplisit setelah pada 19 Desember 1996 DPR telah
menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang kemudian
diundangkan pada 3 Januari 1997 dan mulai berlaku pada 3 Januari 1998.
Definisi
anak sendiri terdapat banyak pengertian, pengertian tersebut terdiri dari
beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, di antaranya yaitu:
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Kesejahteraan Anak.Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang ini anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.Definisi anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak disebutkan: “anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.Dalam Pasal 1 ayat 1 undang-undangini pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.Sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut undang-undang ini telah mendapat suatu perlindungan hukum.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.Dalam undang-undang ini pengertian anak tidak diartikan secara lebihjelas, namun pengertian dari Pasal 47 ayat (1) dan pasal 50 ayat (1) yang berisi mengenai pembatasan usia anak di bawah kekuaasan orang tua atau di bawah perwalian sebelum mencapai 18 tahun dapat diartikan bahwa pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai 18 tahun.
- Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Dalam konvensi PBB yang ditandatangani oleh pemerintah RI tahun 1990 dikatakan batasan umur anak adalah di bawah umur 18 tahun.
- Menurut KUHPSeperti halnya dalam undang-undang tentang perkawinan, dalam KUHP pengertian dari anak tidak diartikan secara lebih lanjut, namun berdasarkan Pasal 45 KUHP dapat disimpulkan mengenai pengertian anak yaitu seseorang yang belum cukup umur, di mana batasan umurnya adalah 16 tahun. Namun seiring perkembangan zaman, maka ketentuan dari Pasal 45 KUHP ini sudah tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya digunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1)Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997Tentang Pengadilan Anak.
Berbicara
tentang anak dan perlindungan anak tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah
kehidupan. Karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan.
Yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang
berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu Negara, tidak terkecuali
Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya
insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil
dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Upaya-upaya
perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin agar kelak dapat
berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangasa dan Negara.
Kenakalan
anak diambil dari istilah Juvenile Delinquency,
tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam Pasal 489 KUHP.
Istilah Juvenile Delinquency berasal
dari Juvenile artinya Young, anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada priode remaja, sedangkanDelinquency artinya Wrong Doing, terabaikan/mengabaikan yang kemudian diperluas artinya
menjadi jahat, a-sosial kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau,
penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila,dan lain-lain.
Dari
berbagai pendapat yang memberikan batasan tentang kenakalah anak, menjelaskan
bahwa Juvenile Delinquency adalah
prilaku anak yang merupakan perbuatan yang melanggar norma, yang apabila
dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan.
Latar
belakang anak melakukan kenakalan tentu tidak sama dengan latar belakang orang
dewasa dalam melakukan kejahatan. Mencari latar belakang atau sebab anak
melakukan kenakalan sebagai lingkup dari kriminologi akan sangat membantu dalam
memberikan masukan tentang apa yang sebaiknya diberikan terhadap anak yang
telah melakukan kenakalan, artinya berbicara tentang kenakalan anak, tidak
terlepas dari faktor-faktor pendorong atau motivasi sehingga seseorang anak
melakukan kenakalan.
Adapun
keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang
tidak normal (Broken Home) dan
keadaan jumlah anggota keluarga yang tidak menguntungkan.
Teori
Kontrol Sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat
mempunyai kecenderungan yang sama yaitu menjadi baik atau menjadi jahat.Baik
jahatnya seseorang sepenuhnya ditentukan oleh masyarakatnya.
[1]“Pengertian
Penanggulangan” melalui http://kbbi.web.id.diakses tanggal 29 November
2013 pukul 11.05 Wib.
[2]“Upaya
Penanggulangan Kejahatan” melalui http://raypratama.blogspot.com.diakses
tanggal 29 November 2013 pukul 11.15 Wib.
[3]
Andi Hamzah. 2009. Terminologi Hukum
Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 37.
[4]
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar
Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, halaman 181.
[5]
Moerti Hadiati Soeroso. 2011. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 58.
[6]
Andi Hamzah. Op. Cit.halaman 10.
0 komentar:
Posting Komentar