BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Uraian Teori
1.
Struktur
Modal
a.
Pengertian
Struktur Modal
Sumber pendanaan di dalam suatu perusahaan dibagi kedalam dua katagori
yaitu pendanaan internal dan eksternal.
Jadi keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana yang baik yang
berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).
Sumber dana internal perusahaan berasal dari
dana operasional perusahaan yang ada pada dasarnya milik pemegang saham.
Sedangkan sumber dana eksternal berasal dari ekuitas pemegang saham dan hutang
dari kreditor.
Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kredit merupakan hutang dari
perusahaan dan dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri. Proporsi
antara bauran dari penggunaan modal sendiri dengan hutang dalam memenuhi
kebutuhan dana perusahaan disebut dengan struktur modal perusahaan.
Menurut Sawir (2005, hal 10): “Struktur modal adalah pendanaan permanen
yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang
saham.”
Menurut Dermawan
Sjahrial (2007, hal 213) mengemukakan bahwa “Struktur Modal merupakan
perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari hutang jangka
pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang
terdiri dari saham preferen dan saham biasa”.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010, hal 137), struktur modal adalah
proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana
yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber yang berasal dari dana
jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni berasal dari dalam
perusahaan.
Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa struktur modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara
modal pinjaman dan modal sendiri. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal
dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu
dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari modal
pinjaman atau utang.
a)
Jenis – jenis Modal
Menurut Dermawan Sjahrial (2007, hal
199) mengemukakan bahwa perbedaan antara hutang dan modal sendiri diukur dari
sudut pandang finansial adalah sebagai berikut :
- Hutang tidak memiliki perhatian terhadap kepemilikan perusahaan. Para kreditor biasanya tidak memiliki kekuatan suara.
- Pembayaran bunga atas hutang perusahaan dipertimbangkan sebagai suatu biaya untuk melaksanakan bisnis dan sepenuhnya dipotong pajak. Sedangkan deviden yang dibayar ke pemegang saham tidak dipotong pajak.
- Hutang yang tidak dibayar merupakan kewajiban perusahaan. Jika tidak dibayar, kreditor secara hukum dapat menuntut atas asset perusahaan. Tindakan ini dapat menghasilkan likuiditas atau reorganisasi, dua hal yang bisa menyebabkan kebangkrutan. Selanjutnya, sebuah upaya yang timbul karena melakukan pinjaman merupakan kemungkinan kesalahan finansial, kemungkinan ini tidak akan muncul bila menerbitkan saham untuk menarik modal sendiri.
Teori struktur modal ini penting
karena (1) struktur modal akan mempengaruhi biaya modal secara keseluruhan, hal
ini disebabkan masing-masing jenis modal mempunyai biaya modal sendiri-sendiri,
(2) besarnya biaya modal secara keseluruhan ini, nantinya akan digunakan
sebagai cut of rate pada pengambilan keputusan investasi. Oleh karena
itu struktur modal akan mempengaruhi keputusan investasi.
b.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Struktur Modal
Menurut Bambang Riyanto (2001: 228),
struktur modal suatu perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor utama adalah:
1.
Tingkat Bunga
2.
Stabilitas dari “earning”
3.
Susunan dari Aktiva
4.
Resiko Aktiva
5.
Besarnya Jumlah
Modal yang digunakan
6.
Keadaan Pasar Modal
7.
Sifat manajemen
8.
Besarnya suatu
perusahaan
Berikut penjelasan dari faktor yang mempengaruhi
struktur modal :
1.
Tingkat
Bunga
Tingkat
bunga yang berlaku saat manajemen akan menentukan struktur modal akan
mempengaruhi jenis modal apa yang akan digunakan, apakah menggunakan saham atau
obligasi. Penggunaan obligasi hanya dibenarkan jika tingkat bunga obligasi
lebih rendah daripada earning power dari tambahan modal tersebut.
2.
Stabilitas
dari “earning”
Stabilitas
dan besarnya earning yang diperoleh perusahaan akan menentukan apakah
perusahaan dibenarkan untuk menggunakan modal dengan beban (hutang) atau tidak.
Jika perusahaan memiliki earning yang stabil maka perusahaan akan mampu
memenuhi kewajiban finansialnya, sebaliknya perusahaan memiliki earning tidak
stabil akan menghadapi resiko tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran hutangnya
pada tahun-tahun atau kondisi yang buruk.
3.
Susunan
dari Aktiva
Sebagian
besar perusahaan industri atau manufaktur dimana sebagian besar dari modalnya
tertanam dalam aktiva tetap, akan cenderung mengutamakan penggunaan modal
sendiri sedangkan modal asing (hutang) hanya sebagai pelengkap. Perusahaan yang
sebagian besar aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan pemenuhan
kebutuhan dananya dengan hutang jangka pendek.
4.
Resiko
Aktiva
Resiko
yang melekat pada setiap aktiva perusahaan belum tentu sama. Semakin panjang
jangka waktu penggunaannya maka resikonya semakin besar. Jika perusahaan
memiliki aktiva yang peka terhadap resiko maka perusahaan harus memilih banyak
menggunakan modal sendiri yang relatif tahan resiko, dan sedapat mungkin
mengurangi penggunaan modal asing (hutang) yang memiliki resiko lebih tinggi
dibandingkan modal sendiri.
5.
Besarnya
Jumlah Modal yang digunakan
Jumlah
modal yang dibutuhkan atau diperlukan dapat mempengaruhi struktur modal. Jika
modal yang dibutuhkan sangat besar maka dirasakan perlu bagi perusahaan untuk
menggunakan beberapa sekuritas secara bersamaan, misalnya mengeluarkan saham
dan obligasi secara bersamaan.
6.
Keadaan
Pasar Modal
Kondisi
pasar sering mengalami perubahan yang disebabkan oleh banyak faktor. Oleh
karena itu, dalam rangka memperoleh dana melalui penjualan sekuritas perusahaan
harus memperhatikan kondisi pasar modal. Ketika investor ingin menanamkan
dananya dalam pembelian saham, maka pada waktu itu perusahaan lebih baik
melakukan penerbitan saham.
7.
Sifat
Manajemen
Bagi
manajemen yang optimis terhadap masa depan perusahaan, umumnya akan berani
menanggung resiko yang besar (risk seeker), sehingga akan lebih berani
menggunakan hutang untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan. Sebaliknya manajer
yang bersifat pesimis dan tidak menyenangi resiko (risk avarter) akan
lebih suka menggambarkan sumber dana intern untuk memenuhi kebutuhan dananya.
8.
Besarnya
suatu perusahaan
Suatu
perusahaan yang tergolong besar dimana sahamnya tersebar sangat luas,
penambahan saham untuk memenuhi kebutuhan dana tidak banyak mempengaruhi
kekuasaan atau pengendalian pemegang saham mayoritas. Oleh akrena itu,
perusahaan terbesar umumnya lebih menyukai melakukan penerbitan saham baru
untuk memenuhi kebutuhan dananya.
Menurut
Brigham dan Houston (2011, hal 188), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal, yaitu :
- Fleksibilitas keuangan
- Kondisi internal perusahaan
- Kondisi pasar
- Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat
- Sikap manajemen
- Kendali
- Pajak
- Profitabilitas
- Tingkat Pertumbuhan
- Levarage Operasi
- Struktur Asset
- Stabilitas Penjualan
Berikut
penjelasan dari faktor yang mempengaruhi struktur modal di atas:
1) Stabilitas Penjualan
Suatu
perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil hutang
dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2) Struktur Asset
Perusahaan
yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan
banyak menggunakan hutang. Aset umum yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan
dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan jaminan
khusus. Jadi, perusahaan Otomotif biasanya memiliki laverage yang
tinggi.
3) Levarage Operasi
Jika hal
yang dianggap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah
akan lebih mampu menerapkan laverage keuangan karena perusahaan tersebut
akan memiliki resiko usaha yang lebih rendah.
4) Tingkat Pertumbuhan
Jika hal
yang lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat
harus lebih mengendalikan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi
yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya yang terjadi
ketika perusahaan menjual hutang, mendorong perusahaan yang mengalami
pertumbuhan pesat untuk mengendalikan diri pada hutang. Namun pada waktu yang
bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi ketidakpastian yang lebih
tinggi, cenderung akan menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan hutang.
5)
Profitabilitas
Sering
kali diamati bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang
sangat tinggi ternyata menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit.
Meskipun tidak ada pembenaran teoritis atas fakta ini. Tingkat pengembalian
yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan sebagian
besar pendanaanya melalui dana yang dihasilkan secara internal.
6)
Pajak
Bunga
merupakan suatu beban pengurang pajak, dan pengurang ini lebih bernilai bagi
perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi, makin tinggi tarif pajak suatu
perusahaan, maka makin besar keunggulan dari hutang.
7)
Kendali
Pengaruh hutang
dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi
struktur modal. Jika manajemen saat ini memiliki kendali hak suara (lebih dari
50 persen saham) tetapi tidak berada pada posisi untuk membeli saham tambahan
lagi, maka manajemen mungkin akan memilih sebagai pendanaan baru. Di lain
pihak, manajemen mungkin memutuskan
untuk menggunakan ekuitas jika situasi keuangan perusahaan begitu lemah
sehingga penggunaan hutang mungkin dapat membuat perusahaan menghadapi resiko
gagal bayar, manajer kemungkinan akan kehilangan pekerjaannya. Akan tetapi,
jika hutang yang digunakan terlalu sedikit, manajemen menghadapi resiko pengambilalihan.
Jadi, pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan baik itu hutang
maupun ekuitas karena dapat mengarah pada penggunaan baik itu hutang maupun
ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan terbaik kepada
manajemenkan bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Apapun
kondisinya, jika manajemen merasa tidak aman, maka manajemen akan
mempertimbangkan situasi kembali.
8)
Sikap
Manajemen
Tidak ada
yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada harga saham
yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur yang lain. Manajemen dapat
melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat.
Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif dibandingkan yang lain, dan
menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata
perusahaan di dalam industriannya. Sementara manajemen yang agresif menggunakan
lebih banyak hutang dalam usaha mereka untuk mendapatkan laba yang lebih
tinggi.
9)
Sikap
Pemberi Pinjaman dan Lembaga Pemeringkat
Tanpa
mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas faktor laverage yang
tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat sering
kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Perusahaan sering kali
membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman dan lembaga
pemeringkat serta sangat memperhatikan sasaran mereka. Misalnya, salah satu
perusahaan listrik baru-baru ini diperingkatkan oleh Moody’s dan Standard &
Poor bahwa obligasi perusahaan tersebut akan diturunkan peringkatnya jika
perusahaan menerbitkan obligasi lagi. Hal ini mempengaruhi keputusan yang
diambil, dan perusahaan lalu mendanai ekspansinya menggunakan ekuitas biasa.
1 0) Kondisi Pasar
Kondisi
pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka
pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu
perusahaan. Misalnya, selama terjadi kebijakan hutang ketat, pasar obligasi
sampah menjadi sepi, dan sama sekali tidak ada pasar pada tingkat bunga yang
“wajar” untuk pinjaman jangka panjang baru dengan peringkat di bawah PBB. Jadi,
perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa pergi ke pasar saham
atau pasar hutang jangka pendek, tanpa melihat sasaran struktur modalnya. Namun
ketika kondisi melonggar, perusahaan-perusahaan ini menjual obligasi jangka
panjang untuk mengembalikan struktur modalnya kembali pada sasaran.
11) Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi
internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada sasaran struktur
modalnya. Misalnya, suatu perusahaan baru saja berhasil menyelesaikan suatu
program litbang, dan perusahaan meramalkan laba yang tinggi dalam jangka waktu
yang tidak lama lagi. Namun laba yang tinggi belum diantisipasi oleh investor,
sehingga tidak tercermin lagi harga sahamnya. Perusahaan tersebut tidak akan
menerbitkan saham-saham perusahaaan lebih memilih melakukan pendananaan dengan hutang
sampai laba yang tinggi terwujud dan tercermin pada harga saham. Selanjutnya
perusahaan dapat menjual penerbitan saham biasa, menggunakan hasilnya untuk
melunasi hutang, dan kembali kepada sasaran struktur modalnya. Hal ini telah
dibahas sebelumnya sehubungan dengan informasi asimetris dan sinyal.
12) Fleksibilitas keuangan
Seorang
bendahara perusahaan yang cerdas membuat pernyataan berikut ini kepada penulis
: Perusahaan kami dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari
penganggaran modal dan keputusan operasi yang baik dibandingkan dengan keputusan
keuangan yang baik. Memang, kami tidak tahu secara pasti bagaimana keputusan
keuangan akan mempengaruhi harga saham kami, tetapi kami tahu secara pasti
bahwa jika kami terpaksa menolak usaha yang menjanjikan karena tidak tersedianya
dana, maka hal tersebut akan mengurangi profitabilitas kami dalam jangka
panjang. Karena alasan ini, sasaran utama saya sebagai bendahara adalah selalu
berada dalam posisi yang dapat menghimpun modal untuk mendukung operasi.
Pemilihan struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan, selain
dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya hutang atau modal sendiri, ada faktor
lain yang secara umum dapat mempengaruhi sumber pendanaan, diantaranya seperti size
perusahaan, pembayaran deviden, penjualan, aset perusahaan, pertumbuhan
perusahaan, keuntungan (profitabilitas), pajak manajemen, leverage, likuiditas,
non debt tax, resiko bisnis dan lain sebagainya, dari beberapa faktor
tersebut pengaruhnya terhadap struktur modal dan kinerja keuangan tidaklah sama,
tentunya tergantung pada jenis perusahaan atau usahanya masing-masing dimana
perusahaan tersebut melakukan kegiatan atau beroperasi (Bambang Supeno, 2009,
hal 93).
c. Teori Struktur Modal
Memahami
dasar-dasar teori struktur modal sangatlah penting karena pemilihan bauran
pendanaan (financing mix) merupakan inti strategis bisnis secara keseluruhan.
Teori struktur modal bertujuan memberikan landasan pemikiran untuk mengetahui
struktur modal yang optimal.
Menurut Dermawan Sjahrial (2007, hal
214) teori struktur modal ada 2 kelompok besar yaitu :
- Teori Struktur Modal Tradisional
- Teori Struktur Modal Modern
Berikut penjelasan dari teori struktur modal di atas,
sebagai berikut :
1) Teori Struktur Modal Tradisional yang terdiri dari :
a.
Pendekatan
laba bersih (Net Income Approach)
Pendekatan laba bersih (NI) mengasumsikan
bahwa investor mengkapitalisasi (Ke) yang konstan dan
perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan biaya hutang (Kd)
yang konstan pula. Karena Ke dan (Kd)
konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal
rata-rata terimbang (Ko) semakin kecil
sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan
meningkat apabila digunakan persamaan dibawah ini :
b.
Pendekatan
laba bersih operasi (Operating Income Approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal
rata-rata berimbang konstan berapa pun tingkat hutang yang digunakan oleh
perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya
dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh
pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh
karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan
meningkat sebagai akibat meningkatnya resiko perusahaan.
c.
Pendekatan
Tradisional (Traditional Approach)
Pendekatan ini paling banyak dianut oleh
para praktisi dan para akademis. Mereka memilih diantara kedua pendekatan di
atas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga suatu leverage tertentu, risiko
perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik Kd maupun
Ke relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau
rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya hutang sendiri meningkat.
2) Teori Struktur Modal Modern yang terdiri dari :
a.
Model
Modiglani-Miller (MM) tanpa pajak
Pada
tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller mengajukan suatu teori yang
ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teorinya menggunakan beberapa asumsi
:
- Risiko bisnis perusahaan dapat diukur dengan EBIT (Standard Deviation Earning Before Interest and Taxes = deviasi standar laba sebelum bunga dan pajak).
- Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan dimasa mendatang.
- Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang sempurna.
- Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu yang tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.
b.
Model
Modiglani-Miller (MM) dengan pajak
Tahun
1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958. Asumsi yang
diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan (corporate income
taxes). Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang (leverage)
akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang
mengurangi pembayaran pajak (a tax deductible expanse).
c.
Model
Millern
Tahun
1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak
untuk penghasilan pribadi. Pajak pribadi adalah :
1.
Pajak
Penghasilan dari saham (Ts)
2.
Pajak
Penghasilan dari obligasi (Td)
Menurut
Miller :
VL
= VU+ T.D
Dimana :
sehingga
Dimana :
TC = Pajak Perusahaan
TS =
Perusahaan Pribadi pada penghasilan saham
Td =
Pajak Pribadi pada penghasilan obligasi
D = Hutang Perusahaan
d. Pengukuran Struktur Modal
Informasi struktur modal dalam teori
keagenan mewakili hubungan anatara pihak manajemen dengan kreditor dan
investor. Oleh karen itu, model penilitian yang memanfaatkan hubungan antar
pihak yang berkepentingan ini dapat dibangun melalui hubungan fungsi struktur
modal pengaruhnya terhadap nilai perusahaan.
Menurut Harmono (2011, hal 112)
berikut ini adalah indikator yang umum digunakan untuk menentukan komposisi
struktur modal yang optimal :
Menurut Sawir (2000, hal 13) Rasio Debt to Equity Ratio (DER)
menggambarkan rasio yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk
memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar
risiko yang dihadapi dan investor akan meminta
tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan
proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva. Selain itu kreditur
juga mengasumsikan terdapat resiko yang besar dari perusahaan sehingga kreditur
dapat saja memberikan bunga yang cukup besar, sehingga kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan uang dari sumber-sumber luar terbatas.
0 komentar:
Posting Komentar