3.    Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mempengaruhi setiap perkembangan jiwa danperilaku seorang anak biasanya dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitukeluarga dan lingkungan tempat tinggal anak tersebut.Pada lingkungankeluarga kejahatan anak dapat terjadi karena kurang dapatnya orang tuamemenuhi kebutuhan anak-anaknya dan kasih sayang dari orang tuanyasehingga anak merasa tidak diperhatikan, atau karena keberadaan orang tuamereka yang telah terpisah dan kurang kontrol orang tua terhadap setiaplangkah pergaulan anaknya.
Setelah keluarga, tempat anak bersosialisasi adalah lingkungan sekolah dan lingkungan tempat bermainnya atau lingkungan tempat tinggalnya.lingkungan merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, sehingga kontrol di sekolah dan siapa teman bermain anak juga mempengaruhi kecenderungan kenakalan anak yang mengarah pada perbuatan melanggar hukum.Tidak semua anak dengan keluarga tidak harmonis memiliki kecenderungan melakukan pelanggaran hukum, karena ada juga kasus dimana anak sebagai pelaku ternyata memiliki keluarga yang harmonis.Hal ini dikarenakan begitu kuatnya faktor lingkungan bermainnya yang negatif. Anak dengan latarbelakang ketidakharmonisan keluarga, tentu akan lebih berpotensi untuk mencari sendiri lingkungan diluar keluarga yang bisa menerima apa adanya. Apabila lingkungan tersebut positif tentu akan menyelesaikan masalah si anak dan membawanya kearah yang positif juga. Sebaliknya, jika lingkungan negatif yang didapat, inilah yang justru akan menjerumuskan si anak pada hal-hal yang negatif, termasuk mulai melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri, memeras,mencopet,menggunakan dan mengedarkan narkoba bahkan melakukan pembunuhan untuk melaksanakan kejahatannya.
Dalam hal mengontrol atau melakukan pengawasan terhadap anaksebaiknya dilakukan semenjak anak masih kecil dimana sangat membutuhkanbimbingan yang baik dan terarah.Ketika anak sudah menjelang usia dewasapengawasan sudah mulai agak dilonggarkan untuk memberi rasa percaya diripada anak tersebut, namun masih dalam pemantauan yang lebih dewasa dariorang tua. Tetapi jika pengawasan dilakukan pada saat usia anak menjelangdewasa sering sekali timbul konflik antara orang tua dan anak, namunpengawasan pada saat anak memasuki usia remaja ditujukan untukmenghindarkan perilaku yang kurang baik dan untuk kedewasaan berfikir darisi anak agar dapat berprilaku positif yang berguna baik dengan dirinya danmasyarakat di lingkungannya.
Faktor lingkungan tempat tinggal anak berpengaruh padaperkembangan jiwa dan kepribadiannya karena memang sudah merupakannaluri manusia untuk berkumpul dengan teman-teman untuk bergaul, namunterkadang pergaulan akan menimbulkan efek yang baik dan tidak baik.
Sutherland mengatakan bahwa seseorang berprilaku jahat dengan cara yang sama dengan prilaku yang tidak jahat. Artinya, prilaku jahat dipelajari di dalam interaksi dengan orang-orang lain dan orang tersebut mendapatkan prilaku jahat sebagai hasil interaksi yang dilakukannya dengan orang-orang yang berprilaku dengan kecendrungan melawan norma-norma hukum yang ada.[1]
Kebiasaan anak-anak yang jahat tampaknya mempunyai sifat terbuka dan baikserta suka menolong, asal temannya itu suka pula bergaul dengan mereka dansama-sama melakukan aktivitas yang sama pula seperti melakukan pencurian,pencurian ini awalnya dilakukan dalam lingkungan keluarga. Anak tersebutdiam-diam mengambil uang milik orang tuanya, karena anak tersebut merasakebutuhannya kurang terpenuhi, maka lama-kelamaan pencurian ituberkembang, jadinya anak tersebut menjadi seorang pencuri di lingkungantempat tinggalnya, sehingga mencuri menjadi kebiasaannya.
Faktor lingkungan yang tak kurang pentingnya dalam memberi arahanadalah media, majalah, TV, radio, internet, dan lain-lain.Memang disepakatioleh semua pihak bahwa media masa memegang peranan yang positif dalammeningkatkan ilmu pengetahuan.Masyarakat dengan alat-alat tersebut dapat mengetahui peristiwa dalam dan luar negeri dengan segera. Namun tanpadisadari kemajuan teknologi dapat membawa dampak negatif dariperkembangan jiwa anak tersebut ketika membaca koran, menonton TV banyakdilihat bahwa karena angka kemiskinan yang sangat tinggi para orang dewasabanyak yang melakukan pencurian agar mudah dan cepat mendapatkan uang,dengan sifat dan sikap anak yang masih lugu anak cepat mengikuti cara-caraorang dewasa dengan mudah dan cepat mendapatkan uang.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagian pokok dari pola-pola prilaku jahat tadi dipelajari dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat intim. Alat-alat komunikasi tertentu seperti surat kabar, film, televisi, radio, akan memberikan pengaruh-pengaruh tertentu, yaitu dalam memberikan sugesti kepada orang-perorangan untuk menerima atau menolak pola-pola prilaku jahat.[2]
Kemudian lingkungan yang memberikan cab/labeling  terhadap anak yang delinkuen akan lebih mengarahkan anak untuk melakukannya kembali. Seseorang yang telah memperoleh cap/label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-orang di sekitarnya. Perhatian orang di sekitarnya akan mempengaruhi anak tersebut sehingga kejahatan kedua dan selanjutnya akan mungkin terjadi lagi.[3]
Dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan, juga memegang peranandalam mempengaruhi atau mendorong anak untuk melakukan kejahatan.Pendidikan di rumah tangga paling menentukan dalam membina kepribadian,sedangkan lingkungan sehari-hari dan sekolah merupakan kejadian nyata bagikehidupan anak, bahwa anak dibawah umur dapat pula melakukansuatu kejahatan atau tindak pidana.
4.    Faktor Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah suatu ilmu yang mempelajaritindakan-tindakan atau tingkah laku manusia yang dihubungkan dengan jiwapara pelakunya.Istilah kejahatan anak jarang ditemui dengan arti dan sifatjahat atau perbuatan yang jahat di dalam ilmu jiwa, yang ada hanya kenakalananak-anak, karena perbuatan itu dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yangmempunyai ciri-ciri dan sebab sendiri, antara lain:
a.    Masa pubertas
Istilah ini sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari, apalagi didalam mempelajari ilmu jiwa dan ilmu pendidikan, tetapi pengertianmasyarakat umum lebih diutamakan kepada perkembangan jasmani.Di dalam perkembangan anak manusia, ilmu jiwa perkembanganmengemukakan adanya terdapat beberapa masa krisis, yaitu masa krisispertama dan kedua, dan lain sebagainya.Tiap-tiap masa perkembanganmempunyai ciri-ciri tertentu pula.
Krisis pertama adalah di sekitar usia 3-4 atau 5 tahun. Masa inimerupakan pembentukan pola dasar kepribadian manusia yang dapatmempengaruhi tingkah laku manusia itu dimasa-masa kedepan nantinya.Masa ini adalah masa perubahan besar pada tingkah laku si anak, sifategosentris memegang peranan, sifat ini menganggap segala sesuatu yangada adalah untuk kepentingan dirinya sendiri.Tetapi sifat egosentris inipun akhirnya berubah juga, yang terjadi pada kira-kira anak itu berumur 4tahun.Pada waktu itu seorang anak selalu mengalami bahwa ibunya tidakselalu bersedia mengikuti kemauannya. Bahwa ayahnya pun masihmempunyai pekerjaan lain selain daripada bermain-main dengan dia.Selain itu juga orang tuanya tidak mengindahkan amarahnya. Iamengalami bahwa bukan dia saja yang berhak tetapi orang lainmempunyai juga.
Sesudah masa ini tinggallah masa sebagai kanak-kanak dan sekarangmasuklah ia kepada masa anak sampai ia berumur 12 tahun, makamasuklah ia kepada krisis kedua. Masa ini disebut dengan masa pubertaspertama.Pada umur ini tenaga si anak sudah cukup berkembang, telahberpengetahuan dan sudah dapat berpikir secara logis.Kemudian timbul,kegelisahan dalam hidupnya, inilah tanda krisis baru dari tingkatperkembangan anak.Pada masa ini anak laki-laki suka berlaku kasar,nakal dan suka menggoda, sedangkan anak perempuan manjadi lekaspemarah dan pendiriannya selalu berubah-ubah.
Pada usia sekitar 18 tahun,secara fisik kognitif dan sosial psikologis, telah dicapai suatu tahapperkembangan dimana seorang anak dipandang telah tumbuh sebagaidewasa muda.
Perkembangan fisik, kognitif dan sosio psikologis anak yangsatu dengan yang lain berbeda. Hal inilah yang harus dipahami, bahwatidak semua anak punya kemampuan yang sama untuk dapat memenuhiharapan-harapan yang muncul seiring dengan pertambahan usia merekamenjadi dewasa muda.
Anak laki-laki menjadi anak bengal, perkataan kasar jadi pakaiannyasehari-hari. Ia gemar mengembara dengan teman-temannya melalui jalan-jalandi kota-kota ataupun di luar kota, melakukan perbuatan pencurianbuah-buahan, dan perbuatan-perbuatan nakal. Perkelahian-perkelahiansering terjadi, kadang-kadang antar kelas atau kelompok.
Kemudian anak itu memasuki pubertas baru, ia mulaimeninjau ke dalam dan menemui hidup jiwa sendiri serta mempelajarinyasebagai suatu dunia tersendiri.Zaman menceburkan diri dalam pergaulanluas, anak menuju kedewasaan.Demikian gambaran krisis demi krisisyang dilalui oleh anak manusia, sehubungan dengan kejahatan ataupunkenakalan yang dilakukan.
b.    Kelainan jiwa
Dari jiwa anak akan dapat diketahui bagaimana tingkah laku anak,cara berpikirnya, penilaiannya terhadap sesuatu. Di samping itu adakalanya anak menunjukkan sifat yang lain dari biasanya hal ini yangdisebut adanya kelainan jiwa.[4] Kelainan yang ditimbulkan lingkunganadalah anak yang memperlihatkan sikap yang berlainan dari sikap anaknormal, karena ia dimanjakan, tidak disukai atau ditolak oleh orangtuanya, akibatnya menjadi nakal, karena tidak mendapatkan ketentramandalam lingkungan keluarganya, dan lain sebagainya.
Anak yang tidak bisa menyesuaikan diri kepada lingkungannyabiasanya penyebabnya karena:
1)   Emosional
Oleh karena emosional para anak belum stabil dan belum mencapaikematangan pribadi maka mereka selalu beranggapan bahwa kritikanatau celaan dari lingkungan dianggap sebagai suatu ejekan.
2)   Intelektual
Dalam perkembangan intelektualnya, anak mulai bersikap kritis dantidak mau menerima begitu saja perintah-perintah atau peraturan-peraturanyang ada.
5.    Faktor Pendidikan
Tindak pidana khususnya tindak pidana pencurian yang dilakukan olehanak sebagian besar adalah dilakukan oleh anak yang masih sekolah, lantasbagaimanakah pendidikan yang diberikan oleh seorang guru kepada murid-muridnya.
Setelah diutarakan sebelumnya dari masalah ekonomi yangmengakibatkan banyak pengangguran dimana terjadi berbagai kejahatansampai melibatkan seorang anak, faktor keluarga yang berantakan dankeadaan disharmonis antara kedua orang tua dan orang tua dan anak, sehinggaanak merasa minder atau malu didalam bermasyarakat dan untuk mengatasirasa malu tersebut si anak melakukan pelampiasan dengan cara melakukansuatu tindak pidana.
Faktor psikologi anak pada masa pubernya dibutuhkan seorang yangarif dan bijaksana, memberikan bimbingan dan arahan yang baik, sehinggadalam mengatasi kegalauan dan keguncangan jiwa anak tersebut dapatmengendalikan dirinya dan dengan melakukan kegiatan yang positif. Denganmengulas sedikit faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakpidana, dapat dipahami faktor pendidikan anak yang baik akan dapatmemperkecil tindak pidana yang dilakukan anak. Tetapi jika pendidikan yangdiberikan kepada anak dengan tidak baik, maka tidak dapat dielakkan lagi jikamempunyai peranan dalam timbulnya tindak pidana yang dilakukan oleh anaktersebut.
Pada saat penyelenggaraan pendidikan formal disekolah-sekolah, yangmerupakan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkanmanusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur, cerdas, mandiri danterampil.Dalam konteks tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anakdibawah umur dapat saja terjadi akibat kurangnya sarana pendidikan yang adadi sekolah tersebut. Antara lain kurangnya buku-buku yang dapat meransanganak untuk rajin membaca pada perpustakaan sekolah, sarana alat praktekkarena keterbatasan dana untuk pendidikan.Terkadang kurang diminatinya kegiatan ekstrakulikuler oleh anakdidik, membuat anak tersebut keluar dari lingkungan sekolah pada saat jampelajaran kosong oleh karena itu tanpa disadari dengan tidak mendapatbimbingan yang baik dapat saja melakukan hal-hal yang negatif.Suasanapendidikan yang kurang menguntungkan dari pihak guru yang sesekali tidakmasuk dan tanpa memberikan tugas kepada anak didiknya sehingga dibiarkanbebas tanpa ada kegiatan positif.Juga tentang profesionalisme guru didalammemberikan materi terhadap anak didiknya selain itu seorang guru terkadangtidak dihormati, sehingga terjadi percekcokan bahkan sampai terjadiperkelahian antara guru dengan muridnya.
Terhadap materi pelajaran yang menyangkut masalah pembinaanmental seperti pelajaran agama, dirasakan sangat kurang memberi perananyang maksimal, sehingga untuk menumbuhkan rasa mendekatkan anakkepada tuntunan perilaku yang diajarkan oleh agama masing-masing anakdidik dirasakan sangat sulit.Kadang-kadang anak didik yang mengikutiekstrakulikuler kurang dapat bersosialisasi dengan teman-temannyayang perilaku di sekolahnya dikenal preman untuk bersama-samamembantu dalam setiap kegiatannya.
Masalah pendidikan agama dan untuk mendekatkan sertamenimbulkan rasa nyaman dengan perilaku tuntunan agama sebenarnyapertama-pertama dilakukan di dalam lingkungan keluarga, sebelum anaktersebut merasakan pendidikan formalnya. Orang tua dianugrahi seorang anakoleh Sang Maha Pencipta sebagai titipannya, mempunyai tugas untukmembesarkan, mengasuh dan memberikan pendidikan yang layak,memberikan penghargaan-penghargaan, untuk diberikan pendidikan secaranon-formal seperti mengenali Tuhannya dengan melaksanakan segalaperintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mengetahui tempat ibadah sesuaidengan agamanya, cara berperilaku sopan dan santun, tentang menolong dansebagainya. Dengan arahan-arahan tersebut, anak akan dapat mengerti dandapat memilih mana yang menurutnya baik dan mana yang tidak baik, denganpembinaan yang terus menerus dan terhadap anak itu kecil kemungkinanuntuk melakukan suatu perbuatan yang negatif atau suatu perbuatan tindakpidana.
Kelompok sepermainan juga sangat berperan dalam membentuk kepribadian seorang anak, namun selain peranan yang positif yang didapatkan dari kelompok sepermainan,harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinan timbulnya peranan yang negatif tetap akanada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan yang negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orantua, para guru, dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik dari pada remaja.[5]
Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Ditreskrimum Poldasu menjelaskan bahwa salah satu penyebab anak melakukan pencurian dengan kekerasan dilatarbelakangi faktor lingkungan dan ketergantungan narkoba. Lingkungan tempat tinggal yang ditempati kebanyakan orang-orang yang terbiasa dengan kriminal akan mempengaruhi sikap dan prilaku anak di lingkungan tersebut dan cendrung akan meniru perbuatan kriminal tersebut. Sedangkan faktor ketergantungan narkoba menjadi faktor yang sering melatar belakangi anak melakukan pencurian karena kekurangan biaya untuk mendapatkan barang haram tersebut, untuk mendapatkannya maka berbagai carapun akan dilakukan salah satunya dengan mencuri bahkan tidak tanggung-tanggung dalam melakukan aksinya sering mencederai korbannya untuk memuluskan aksinya tersebut.[6]
Anak melakukan pencurian dengan kekerasan disebabkan beberapa faktor, antara lain: faktor keluarga yang kurang baik, faktor lingkungan yang kurang mendidik, faktor ekonomi yang kurang mencukupi, faktor psikologis yang terganggu, faktor pendidikan yang kurang maksimal di dalam membangun moral yang baik, bahkan sampai kepada faktor ketergantungan terhadap narkoba yang membuat kesadaran tidak normal. 
A.  Cara Penanggulangan Pencurian Dengan Kekerasan Oleh Anak Ditinjau Dari Kriminologi
Kejahatan akan selalu timbul selama kehidupan masih ada di muka bumi ini. Walaupun masyarakat tidak menghendaki adanya kejahatan  di sekitarnya. Namun demikian masyarakat tidak dapat mengelakkan adanya kejahatan. Jadi kejahatan itu hanya dapat ditekan jumlahnya tetapi tidak dapat dihapuskan sama sekali, salah satunya dengan upaya penanggulangan.
Anak-anak yang terlibat dalam kejahatan sering kali menderita akibatkekerasan dan penyiksaan, terutama dilingkungan keluarga.Mereka tidak mendapatkasih sayang (secara fisik maupun psikologis/emosional), bahkan tidak sedikit anakyang ditelantarkan.Akibatnya, anak-anak kerap terlibat dalam kejahatan, sepertiprostitusi, penjualan atau pemilikan narkoba, pencurian dan tindak kekerasan.
Anak-anak, terutama yang masih kecil, sering kali tidak menyadari bahwamereka sebenarnya diperlakukan dengan semena-mena atau dieksploitasi.Menurut standar dan praktek internasional Hak Asasi Manusia PBB tentangPerlindungan Anak, anak-anak berhak mendapatkan semua jaminan Hak AsasiManusia yang menjadi orang dewasa.
Dalam hal penanganan dan penanggulangan anak yang menjadi pelakukejahatan harus ditangani secara layaknya manusia yang dibawah umur yang tidakmengerti dengan apa yang dilakukan dan akibat hukum yang timbul serta jaminanHak Asasi Manusia PBB tentang Perlindungan Anak, karena bagaimana pun jugaanak-anak adalah masa depan. Merekalah yang memegang peran sangat penting bagimasyarakat di masa mendatang. Merekalah yang kelak akan menjadi pemimpin-pemimpinIndonesia.
Namun demikian, anak-anak juga merupakan salah satu kelompok yangrentan dalam setiap masyarakat yang seringkali diperlakukan tidak adil, kerapmenjadi korban kekerasan fisik dan mental, serta tidak dapat melindungi diri sendiriadalah sebab mengapa mereka disebut kelompok rentan dalam masyarakat.
Tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur bukanlah masalahyang mudah dihadapi, diatasi ataupun juga dipecahkan.Hal ini disebabkan selainsifatnya yang kompleks, juga karena tindak pidana tersebut dilakukan oleh yangmasih dalam masa pertumbuhan baik jasmani maupun kepribadiannya, dimanaemosinya belum stabil.
Anak-anak tersebut belum dapat berfikir secara baik dan kritis terhadapsesuatu yang sudah akan mereka perbuat, tingkah laku atau perbuatannya masih lebihbanyak bersifat emosional dari pada rasional. Perbuatan yang anak-anak itu lakukansering tidak disertai pertimbangan akan akibat yang terjadi. Oleh karena itu tindakpidana anak adalah masalah nasional meliputi lingkup nasional, makapenanggulangan masalah tindak pidana anak ini harus dilakukan secara  bersama-samadari pemerintah sampai masyarakat.
Oleh karena tindakan delinkuen atau kejahatan anak banyak menimbulkan kerugian materiil dan kesengsaraan batin baik pada subjek pelaku maupun pada korbannya, maka masyarkat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan upaya-upaya preventif dan penanggulangan secara kuratif.
Menurut tinjauan kriminologi, upaya-upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak yaitu dengan tindakan preventif, antara lain:[7]
  1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga;
  2. Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampong-kampung miskin;
  3. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka;
  4. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja;
  5. Membentuk badan kesejahteraan anak-anak;
  6. Mengadakan panti asuhan;
  7. Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengkoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan;
  8. Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinkuen, disertai dengan program yang korektif;
  9. Mengadakan pengadilan anak;
  10. Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja;
  11. Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin);
  12. Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja;
  13. Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi di antara para remaja delinkuen dengan masayarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri anak-anak dan para remaja;
  14. Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delinkuen dan non delinkuen. Misalnya berupa latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, dan lain-lain.

Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa: menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga dianggap adil, dan bisa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri.
Selanjutnya tindakan yang dilakukan adalah tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain berupa:[8]
  1. Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis, dan cultural.
  2. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan member fasilitas yang diperlukan bagi berkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak dan para remaja.
  3. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang lebih baik.
  4. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan disiplin.
  5. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.
  6. Menggingatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat.
  7. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.
  8. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya, memberikan pengobatan medis dan terapis psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaan.

Upaya untuk memahami dan menjelaskan gejala yang yang sedang terjadi dengan maraknya pelaku tindak kejahatan oleh anak-anak tentunya banyak tantangan yang harus dihadapi.Sebagai kunci utamanya adalah sesering mungkin untuk mensosialisakan undang undang dan peraturan peraturan yang terkait dengan perlindungan anak keseluruh komponen masyarakat.Mengupayakan setiap kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan kepedulian dan kebutuhan pada anak-anak secara proposional. Menjauhkan dan menghindarkan anak-anak dari konflik hukum yang pasti akan menyulitkan bagi mereka dimasa depannya, karena siapapun yang telah melanggar hukum pasti mendapatkan sanksi. Oleh sebab itu, apabila mereka pernah masuk penjara dan tecatat sebagai pelaku tindak kriminal maka tidak menutup kemungkinan mereka akan mendapatkan perlakuan diskriminasi dari masyarakat.
Adapun upaya yang dilakukan oleh Poldasu dalam penanggulangan tindak pidana pencurian yang dilakukan olehanak dibawah umur antara lainupaya Preemtif,Preventif dan upaya Represif.[9]
1.    Upaya Preemitif
Usaha Preemitif yaitu merupakan usaha penanggulangan terhadap fenomena situasi yang dapat dikategorikan sebagai faktor korelatif kriminogen, dengan cara mencermati setiap gejala awal dan menemukan simpul penyebabnya yang bersifat laten potensial pada sumbernya seperti mengadakan penyuluhan hukum. Tujuan penyuluhan hukum itu sendiri adalah mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat.Hal ini dapat terjadi apabila setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibanya sebagai warga Negara.[10]
Kegiatan penyuluhan hukum ini tidak hanya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, melainkan secara kongkrit untuk meningkatkan penyuluhan hukum.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Tujuan penyuluhan hukum adalah mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat.
  2. Terciptanya kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat apabila setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajiban sebagai warga Negara.
  3. Tercapainya kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam rangka tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Usaha meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dengan penyuluhan hukum secara terpadu, berkaiatan erat dengan upaya pembinaan perangkat peraturan hukum dan aparat penegak hukum di sebut Trikarma (Tiga Karya Utama) pembangunan hukum.

[1]Soerjono Soekanto. Op. Cit. halaman 321.
[2]Ibid. halaman 322.
[3]Romli Atmasasmita.Op.Cit. halaman 50.
[4]Soerjono Soekanto. Op. Cit. halaman 160.
[5]Ibid. halaman 390.
[6] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[7] Kartini Kartono. Op.Cit. halaman 95-96.
[8]Ibid. halaman 96-97.
[9] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[10] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.

0 komentar:

Posting Komentar