BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Welfare State
Welfare state adalah gagasan yang telah lama lahir, dirintis oleh Prusia di bawah Otto Von Bismarck sejak tahun 1850-an. Dalam Encyclopedia Americana disebutkan bahwa welfare state adalah a form of government in which the state assumes responsibility for minimum standards of living for every person yaitu bentuk pemerintahan di mana negara dianggap bertanggung jawab untuk menjamin standar hidup minimum bagi setiap warga negaranya.
Welfare state adalah negara kesejahteraan, konsep ini muncul menggantikan konsep legal state atau Negara penjaga malam.[2] Rakyat di negara-negara tersebut menikmati pelayanan dari negara di bidang kesehatan dengan program asuransi kesehatan, sekolah gratis, sampai sekolah lanjutan atas bahkan di Jerman sampai universitas, penghidupan yang layak dari sisi pendapatan dan standar hidup, sistem transportasi yang murah dan efisien, dan orang menganggur menjadi tanggungan negara.
Semua layanan negara tersebut sebenarnya dibiayai sendiri oleh masyarakatnya yang telah menjadi semakin makmur, melalui sistem asuransi dan perpajakan, dengan orientasi utamanya mendukung human investment. Kesejahteraan adalah buah dari sistem ekonominya yang mandiri, produktif, dan efisien dengan pendapatan individu yang memungkinkan saving.
Welfare state atau negara kesejahteraan adalah negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu:
  1. Demokrasi (Democracy).
  2. Penegakan Hukum (Rule of Law).
  3. Perlindungan Hak Asasi Manusia.
  4. Keadilan Sosial (Social Juctice)
  5. Anti diskriminasi.

Konsep Welfare ini menggambarkan sistem di mana negara mengambil tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Misalnya penyediaan perlindungan, asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, dan akses pelayanan kesehatan. adalah seperangkat dari program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihaapi dalam modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. Welfare State sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.[3] Welfare State tidak menolak keberadaan sistem ekonomi pasar kapitalis tetapi meyakini bahwa ada elemen-elemen dalam tatanan masyarakat yang lebih penting (dari tujuan-tujuan pasar) dan hanya dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi bekerjanya mekanisme pasar tersebut.
Untuk dapat memperjelas apakah suatu negara dapat tergolong sebagai Welfare State atau bukan, dapat diamati melalui beberapa karakter umum tertentu, antara lain:
  1. Lebih dari setengah pengeluaran negara tersebut ditujukan untuk kebijakan sosial atau tanggung jawab untuk penyediaan kesejahteraan yang komprehensif dan universal bagi warganya.
  2. Ada komitmen jangka panjang yang dibuat di mana memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi.
  3. Negara menjadi negara yang tanpa kehilangan posisi pemegang tanggung jawab utamanya, mampu mengkombinasikan tenaga dari berbagai pihak (organisasi sosial, pihak independen, voluntary) untuk menyediakan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat.

Negara yang dapat disebut Welfare state dicirikan dengan adanya asosiasi penyedia perlindungan sosial yang saling membantu, jumlah Asuransi sosial yang meliputi biaya kesehatan dan beberapa perawatan sosial, juga adanya prinsip Subsidiaritas. Karakteristik utama welfare State adalah adanya jaminan standart minimum termasuk perihal pendapatan minimum, juga adanya perlindungan sosial dalam hal ketidakamanan, penyedia layanan dengan level kualitas yang tinggi. Perlindungan sosial di Perancis didasarkan pada prinsip solidaritas.
Beberapa karakteristik yang dikemukakan di atas, dapat kita lihat bahwa pengadopsian welfare state tidak selalu sama, namun setiap negara berhak memiliki kebijakan khas dalam aplikasi konsep welfare state ini. Hantaris dalam tulisannya “Welfare Policy” mengelompokkan konsep Welfare State menjadi empat,[4] yaitu:
  1. The Continental State, yang bercirikan dengan adanya kebijakan negara untuk membayar sejumlah layanan sosial bagi warga negaranya. Contoh negara yang menerapkan bentuk ini adalah Belgia, Perancis, Jerman, Luksemburg, dan Belanda;
  2. The Skandinavian Welfare, yang dicirikan dengan adanya penerapan model Swedia yang berkomitmen menjamin hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan, dan negara juga bertanggungjawab membiayai dan mengatur layanan sosial yang ada, contohnya adalah negara Swedia, Denmark dan Finlandia;
  3. The Anglo-Saxon Welfare, yang menekankan adanya perlindungan pada setiap pekerjaan warga negaranya, seperti di Inggris dan Irlandia;
  4. Mediterranean Welfare, yang menekankan polarisasi layanan sosial kepada berbagai pihak yang akibatnya menurunkan otoritas pemerintah, misalkan di Itali, Spanyol, dan Yunani. 

B.  Perkembangan Welfare State Secara Umum
Menurut Edi Suharto sistem kesejahteraan negara tidaklah homogen dan statis. Ia beragam dan dinamis mengikuti perkembangan dan tuntutan peradaban. Meski beresiko menyederhanakan keragaman, sedikitnya ada empat model kesejahteraan negara yang hingga kini masih beroperasi:[5]
1.    Model Universal
Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai The Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Sebagai contoh, kesejahteraan negara di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Kesejahteraan negara di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris, AS dan Australia.
2.    Model Koorporasi
Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck.
3.    Model Residual
Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien.
4.    Model Minimal
Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa terdapat perbedaan model penerapan welfare state di negara-negara yang berbeda pula. Hal ini membuka fakta bahwa hanya negara dengan pendapatan perkapita tertinggilah yang bisa merealisasikan konsep ini secara menyeluruh. Sehingga negara-negara yang masih tertinggal harus menunggu lama sampai pendapatan perkapita negara mereka menyamai negara yang sudah maju saat ini.
Program welfare diperkenalkan di AS pada tahun 1930an dan baru mencapi perkembangan signifikan pada pertengahan abad 20. Pendapatan perkapita di AS sekarang sekitar 30 ribu dolar. Nilai ini sama dengan sekitar 30 kali lipat pendapatan perkapita tertinggi kita. Akan tetapi, krisis kemungkinan berulang setiap tiga puluh tahun dan pendapatan negara sedang berkembang akan menjadi merosot setelah krisis.
Sebagai badan supra nasional, Uni Eropa sebenarnya memiliki legitimasi untuk membuat pemerataan terhadap sistem yang dapat diberlakukan bagi semua yang hendak bertransformasi pula untuk mengedepankan kesejahteraan masyarakatnya, namun sayangnya hal ini terbentur adanya ketidakmerataan negara-negara Eropa sendiri. Negara Eropa Timur dan Tengah cenderung lemah dalam perekonomian yang secara langsung berpengaruh pada kapabilitasnya dalam implementasi sistem welfare State ini. Hal ini jauh berbeda dengan Eropa Barat yang cenderung kuat dalam perekonomiannya. Ketimpangan internal ini, yang akhirnya membuat Uni Eropa lebih memilih untuk memberikan kebebasan setiap negara dalam wacana implementasi Welfare State-nya, menyesuaikan kondisi dalam negeri. Uni Eropa, sejauh ini hanya berkisar untuk memberikan garis-garis besarnya, seperti pada aspek pengangguran, biaya pensiun, dan asuransi kesehatan

C.  Relevansi Welfare State di Indonesia
Sudah lebih dari 69 tahun sejak Republik Indonesia diproklamasikan sebagai negara kebangsaan dan negara kesejahteraan, namun wujud negara kesejahteraan itu belum tampak. Bahkan, kita menyaksikan dengan prihatin proses komersialisasi yang meluas dengan cepat di bidang pendidikan dan kesehatan, seiring dengan semakin terbatasnya APBN. Di tengah keterbatasan pemerintah menciptakan lapangan kerja dan menaikkan daya beli rakyat, kondisi itu amat menyakitkan kelompok rakyat yang tidak berpunya.
Kemampuan keuangan negara yang lemah menyebabkan berbagai fenomena yang hanya layak terjadi di era kolonial, seperti orang mati kelaparan dan merebaknya penyakit karena kemiskinan maupun sulitnya mengakses pendidikan, terulang lagi.
Penyelenggara negara kesulitan melaksanakan jiwa, semangat, dan ketentuan yang tertulis dalam UUD 1945 karena berbagai keterbatasan, utamanya sumber pendanaan. Jujur perlu kita akui bahwa sebagai negara bangsa kita tertinggal, baik dalam aspek pembangunan fisik maupun nonfisik dari banyak negara lain.
Ciri utama walfare state adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahtraan umum bagi warga warganya.[6] Dengan kata lain ajaran walfare state merupakan bentuk peralihan prinsip staatsonthouding (pembatasan peran Negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat) menjadi staatsbemoeienis yang menghendaki Negara  dan pemerintah terlibak aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, di samping menjalankan ketertiban dan keamanan rust en orde.
Menurut E. Utrecht, sejak Negara turut serta dalam pergaulan masyarakat, lapangan pekerjaan pemerintah makin lama makin luas. Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahtraan umum (bestuurszorg).[7]
Pemberian kewenangan kepada administrasi Negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri itu lazim dikenal dengan istilah freies ermessen atau discrectionary power yaitu kewajiban dan kekuasaan yang luas.
Di lihat dari landasan konstitusional seperti UUD 1945, UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang masih kecil, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai penganut kesejahteraan negara model ini.
Secara legalitas formal, Indonesia bisa disebut sebagai negara kesejahteraan (welfare state). Hal itu di antaranya tercantum dalam konstitusi UUD 1945, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No. 11 tahun 2011 tentang Kesejahteraan Sosial, UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan lainnya.
Adanya BPJS, BLSM, atau PKH itu sebenarnya sudah menuju arah yang bagus, tinggal itu harus dibuat sebagai kebijakan yang sustainable atau berlanjut. BLSM, BOS, PKH, atau bantuan untuk daerah tertinggal itu kebijakan setengah hati. Indonesia tidak mau membuat platform kebijakan yang mapan.
Welfare state,  adalah suatu sistem yang memberi peran lebih besar kepada negara (pemerintah) dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang terencana, melembaga dan berkesinambungan. welfare state meyakini bahwa negara memiliki kewajiban untuk menyediakan warga negaranya akan standar hidup yg layak. Karena setiap negara  memiliki standar yang berbeda-beda, yang berhubungan langsung dengan batas kemampuan negara. 
Nilai penting yang dibawa negara kesejahteraan adalah mereduksi jurang pemisah antara kaum kaya dan kaum miskin dengan cara mendistribusikan uang dari si kaya kepada si miskin. Distribusi keuntungan yang diatur oleh Negara ini salah satu caranya dilakukan dengan menempatkan pihak buruh dan pengusaha secara seimbang, memiliki hak yang sama dan setara.
Dalam negara kesejahteraan, pemecahan masalah kesejahteraan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan ketelantaran tidak dilakukan melalui proyek-proyek sosial parsial yang berjangka pendek. Melainkan diatasi secara terpadu oleh program-program jaminan sosial (social security), seperti pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, serta berbagai tunjangan pendidikan, kesehatan, hari tua, dan pengangguran.
Konsep negara kesejahteraan sebenarnya sudah termaktub dalam sila kelima dari Pancasila, serta UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Namun dalam kenyataannya, konsep Negara seperti ini belum sepenuhnya diaplikasikan di Indonesia. 
Jika berkaca pada pancasila serta UUD RI tersebut, maka sudah selayaknya Indonesia mengimplementasikan negara kesejahteraan, apalagi dalam masa otonomi daerah seperti masa ini. Setiap daerah memiliki wewenang untuk mengolah pemeritahan serta umber daya alam yang ada, yang tentunya merupakan sarana yang strategis untuk lebih mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah tersebut. 
Namun hal tersebut kembali lagi membutuhkan komitmen bersama serta persamaan sudut pandang untuk mencapai kesejahteraan. Selain itu masih banyaknya hambatan yang ada juga merupakan sesuatu yang harus segera ditanggulangi terlebih dahulu.
Para pemikir merumuskan konsep negara kesejahteraan sebagai berikut:
  1. Negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh pendapatan minimum agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok.
  2. Negara harus memberi perlindungan sosial jika individu dan keluarga ada dalam situasi rawan/rentan sehingga mereka dapat menghadapi social contigencies, seperti sakit, usia lanjut, menganggur, dan miskin yang potensial mengarah ke atau berdampak pada krisis sosial.
  3. Semua warga negara, tanpa membedakan status dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi (bagi anak balita), sanitasi, dan air bersih.

Merujuk tiga gagasan itu, dapat dinilai betapa Indonesia masih jauh dari cita-cita negara kesejahteraan. Seringkali politisi-politisi kita membawa isu kesejahteraan sebagai jalan untuk memenangkan kekuasaan. Sementara dalam tataran realita, tidak ada langkah konkret yang betul-betul dilaksanakan seperti janji-janjinya waktu kampanye. Kondisi inilah yang sampai saat ini masih mewarnai bangsa kita. Sehingga kadang masyarakat menjadi apatis terhadap sistem kepemimpinan bangsa selama bertahun-tahun.
Seperti misalnya, isu-isu pembangunan ekonomi kerakyatan, pemberdayaan masyarakat marginal, kebijakan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, yang kesemuanya itu terkesan lip service, begitu jadi pemimpin, semua program tidak berjalan. Sehingga wajar saja, jika tiap pergantian kepemimpinan, program-program penanggulangan kemiskinan senantiasa berganti-ganti nama meski konsepnya sama. Dan jumlah orang miskinpun tetap saja tidak berubah dari tahun ke tahun. Bahkan, banyak program yang berhenti di tengah jalan. Contoh misalnya, program P2KP dan PPK yang diganti dengan PNPM Mandiri, kemudian program P4K yang ‘terkatung-katung’ karena sumber daya PPL yang tidak terpenuhi (akibat kehabisan dana) sehingga pendampingan petani-nelayan tidak berjalan maksimal, program OPK yang berganti nama lagi pada tahun 2001 menjadi kebijakan Raskin.
Adapun hambatan yang masih sangat umum di dindonesia tetapi merupakan salah satu faktor penunjang daalam mewujudkan welflare state di Indoensia adalah; masih  kacaunya data yang ada, seperti data kependudukan, penghasilan, penduduk miskin, cacat, serta orang terlantar, sebagai basis untuk pemberian jaminan sosial. serta masih belum terealisasinya system pajak secara menyeluruh di Indonesia. Dikhawatirkan memunculkan suatu sudut pandang dalam masyarakat, bahwa tanpa bekerja apapun negara akan menyediakan banyak hal bagi warganya. Selain itu, yang sangat meresahkan bagi terwujudnya welfare statedi Indonesia adalah, masih tingginya tingkat korupsi di berbagai instansi pemerintahan, mulai dari milyaran hingga triliyunan. Dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Tidak bisa dipungkiri, merealisasikan welfare-state di Indonesia tidaklah semudah “membuat pisang goreng”, persamaan sudut pandang, komitmen bersama dari para stekholder, masyarakat,  serta unsur-unsur terkait sangat diperlukan. Selain itu, harus secara tegas memerangi korupsi yang merajalela di Indonesia.
Menurut Muktar Pakpahan ada Sembilan program dasar yang mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak. Kesembilan program tersebut adalah suatu hal yang logis, rasional dan terukur, seperti diuraikan berikut ini:[8]
  1. Sistem Pendidikan WajibNegara menerapkan sistem pendidikan wajib atau Compulsory Education System.Dengan sistem ini, semua anak diwajibkan bersekolah hingga SLTA atau usia 19 tahun atas tanggungan negara. Yang pada gilirannya semua penduduk Indonesia wajib melampaui pendidikan SLTA. Agar sistem ini berjalan baik dan mutu pendidikan pun baik, guru ditempatkan menjadi profesi terhormat dan penerima gaji tertinggi.
  2. Jaminan Hidup PenganggurNegara bertanggung jawab membuka lapangan kerja. Negara menjamin biaya hidup orang yang menganggur dalam bentuk tunjangan sosial. Untuk tahap pertama tunjangan sosial diperuntukkan bagi penganggur yang terkena PHK, yang selanjutnya secara bertahap tunjangan sosial diberikan murni kepada penggangur karena tidak ada lowongan kerja.
  3. Jaminan Dana PensiunNegara menyelenggarakan jaminan dana pensiun bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, setiap orang yang sudah berusia 60 tahun dan telah berhenti bekerja, seumur hidupnya mendapat gaji pensiun. Penyelenggaraan ini berlaku bagi buruh, tani, nelayan termasuk buruh informal
  4. Jaminan Dana KesehatanNegara menyelenggarakan jaminan dana kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian setiap orang yang sakit, mendapat jaminan perawatan dari dana tersebut. Setiap warga negara yang sakit dan butuh opname atau biaya rawat, segera dapat teratasi. Penyelenggaraan dana kesehatan ini berlaku bagi buruh, tani, nelayan dan buruh informal.
  5. Rumah Murah dan TerjangkauNegara menyelenggarakan sebuah sistem sehingga semua orang dapat memiliki rumah hunian sederhana lebih kurang tiga kamar bagi suami istri dan anak-anak dengan harga yang murah dan terjangkau. Di pihak lain diadakan pajak progresif bagi rumah besar dan kepemilikan rumah lebih dari satu.
  6. Memelihara Anak Terlantar dan CacatNegara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan yang memampukan dan memberdayakan bagi anak-anak terlantar, miskin dan cacat. Sistem tersebut diarahkan untuk membebaskan diri dari ketergantungan seingga memiliki kemandirian dan produktif dalam jangka panjang.
  7. Kebebasan Beragama, Beriman dan BerkeyakinanKebebasan beragama, beriman dan berkeyakinan adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Oleh karena itu negara menjamin kebebasan beragama, kebebasan beribadah dan membangun rumah ibadahnya. Negara menjamin kebebasan beriman dan merefleksikan imannya. Negara menjamin kebebasan berkeyakinan, mempertahankan dan merefleksikan keyakinannya.
  8. Persaingan Usaha yang SehatIklim persaingan usaha yang sehat harus dijamin, terutama bagi petani, dalam menjual produk pertaniannya harus mendapat jaminan harga yang layak dari negara. Begitu juga nelayan kecil dalam mencari dan menjual hasil tangkapannya harus mendapat perlindungan dan jaminan dari Negara.
  9. Lingkungan HidupNegara wajib menata program dalam pelestarian lingkungan hidup yang tertata dan terencana, karena hidup manusia tidak terlepas dari lingkungan hidup yang sehat, sehingga terjadi keseimbangan alam. Dalam melaksanakan hak-hak tersebut, negara juga menjamin kepentingan orang lain dan kepentingan umum.

Komunitas utama yang menjadi sasaran pelaksanaa sistem welfare state adalah buruh, tani dan nelayan. Komunitas ini bisa berperan sebagai subjek (pelaku) sekaligus objek (sasaran). Dalam rangka mewujudkan welfare state bagi buruh, tani, dan nelayan, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Membangun Hubungan Industrial
Hubungan Industrial yang hendak dibangun adalah hubungan industrial yang demokratis, harmonis, dinamis, berkeadilan dan berkesejahteraan, seperti model jepang. Kehadiran serikat buruh murni (genuine union) adalah sebuah kebutuhan absolute buruh. Sebab, hanya melalui SB/SP yang kuat, buruh dapat memperjuangkan hak-haknya, dan lebih dari itu menjadi tempat mengekspresikan berbagai kepentingan. Namun untuk sebuah genuine union, perlu jaminan kebebasan berserikat yakni bebas menjadi anggota dan bebas untuk tidak menjadi anggota SB/SP. Genuine Union yang kuat, membutuhkan sistem COS (Check of System atau potong atas). Lalu, ada syarat kwantitas serta kwalitas SB/SP untuk diakui keberadaaannya, pengembangan SB/SP diarahkan membangun “union meinded” untuk itu perlu kebijakan PUS (Positive Union Shop) yakni pengakuan positif terhadap kehadiran dan keberadaan SB/SP. Setiap tindakan yang menghalang-halngi buruh untuk berserikat pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM dalam kategori perbuatan tindak pidana.
Pada dasarnya dalam hubungan Indusrial, tidak ada PHK. Buruh berstatus buruh tetap bagi kegiatan/produksi yang tak terbatas waktunya. Karena itu, PHK hanya boleh diberlakukan bagi buruh yang melakukan kriminal (KUP) atau kriminal kerja (criminal work) dan perusahaan bangkrut. Bagi buruh yang melakukan tindakan kriminal tidak ada pesangon dan kompensasi, sedang bagi perusahaan yang bangkrut, negara/penyelenggara jaminan sosial akan menanggung gaji pengganguran.
Sistem pengupahan ditetapkan secara sektoral nasional oleh Tripartit Sektoral. Tripartit Sektoral Nasional menetapkan kriteria perhitungan dan jumlah minimal upah sektoral. Penerapan kesepakatan tripartit nasional ini dituangkan dalam perjanjian kerja bersama (PKB). Sebanyak 20% dari laba bersih perusahaan harus diberikan kepada buruh secara kolektif. Sejalan dengan itu, perlu kriteria yang jelas tentang perhitungan laba/rugi perusahaan, dan adanya wakil buruh yang duduk di Komisaris Perusahaan, untuk ikut merencanakan dan menentukan serta mengatur perusahaan.
Jaminan sosial tenaga kerja sekarang harus diubah menjadi Jaminan Sosial Buruh, yang inti materinya adalah fungsi jaminan pensiun, jaminan kesehatan seumur hidup dan jaminan dana pengangguran. Status Badan Sosional Nirlaba Wali Amanah yang dikelola Tripartit, serikat buruh, pengusaha dan pemerintah. Pengelolaan dilakuka secara tripartit, yang “boardnya” diketuai Presiden, dan Ketua Harian adalah Menteri Perburuhan/Tenaga Kerja.
Penggunaan keuangan diutamakan untuk kebutuhan yang langsung maupun tak langsung berorientasi pada perbaikan kehidupan buruh. Ada jasa kepersertaan kepada serikat buruh/pekerja peranggota. Pengelolaan diserahkan kepada sebuah “tim direksi” yang profesional.
Setiap persoalan yang menyangkut hubungan Bipartit tingkat perusahaan diatur dalam PKB. PKB adalah hasil rangkaian proses negosiasi yang berlangsung secara riil. Di setiap perusahaan yang memperkerjakan minimal 10 orang sudah boleh ada SB/SP. Apabila hanya terdapat satu SB/SP, perusahaan wajib mengadakan PKB dengan SB/SP tersebut. Namun jika, terdapat SB/SP lebih dari satu, maka untuk PKB wakil buruh dipilih melalui sebuah proses pemilihan berdasarkan jumlah wakil yang ditetapkan untuk tiap-tiap dua tahun.
Untuk prinsip penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil, cepat dan murah, dibentuk sebuah pengadilan perburuhan, Pengadilan perburuhan tersebut, dirancang dalam tempo 120 hari kerja, tuntas menyelesaikan sebuah perselisi
han industrial/perusahaan. Sitem ini melibatkan Hakim Profesional dan Hakim Adhoc yang berasal dari wakil buruh dan wakil pengusaha.
Setiap provinsi minimal harus ada BLK, tempat mendidik para lulusan SLTA menjadi terampil dan ahli, untuk disalurkan sebagai tenaga kerja siap pakai. Lulusan BLK yang belum bekerja, masuk dalam daftar pengangguran terampil dan ahli, dan negara berkewajiban untuk membayar tunjangan sosial penganggur.
2.    Membangun Petani Produktif
Dalam rangka meningkatkan produksi pertanian yang selanjutnya mewujudkan kesejahteraan petani, maka perlu kebijakan khusus buat petani, yakni pengaturan tanah, sarana produksi, proteksi pasar dan harga (land reform atau reforma agrarian).
Dalam menata pertanahan secara nasional, terlebih dahulu dikemukakan prinsip-prinsip semua petani harus memiliki tanah. Semua tanah harus diusahakan seefektif dan seproduktif mungkin. Pertanian adalah lapangan kerja yang memiliki harkat yang sama dengan pekerjaan lainnya. Menjadi petani berarti menikmati hidup sejahtera. Ada tiga jenis petani : Petani padat karya, petani pangan, dan petani tanaman keras.
Petani padat karya yang ditanami dengan tanaman yang membutuhkan perawatan intensif seperti sayur mayur. Petani tanaman keras memiliki tanah yang ditanami tanaman keras seperti : kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, coklat, kemeyan, dll. Petani holtikultura yang memproduksi padi, jagung, kacang, singkong, dan lain-lain.
Dalam menentukan produk unggulan pemerintah kabupaten/kota perlu memperhatikan kepemilikan lahan. Lahan yang diperuntukan bagi satu keluarga untuk tanaman keras seperti karet membutuhkan lahan minimal 4 ha, untuk kopi dan coklat minimal 2 ha. Lahan untuk sawah, holtikultura minimal 2 ha, dan sayur-mayur minimal 1.500 m2. Tiap keluarga minimal menguasai lahan minimal 2 ha. Lahan yang telah dikuasai tersebut dilarang untuk dipecah. Bagi yang tidak memiliki lahan agar mengajukan permohonan hak atas tanah kepada negara. Jika dalam satu keluarga memilki dua orang anak sedangkan lahan yang dimilki hanya 2 ha. Lahan tersebut tidak boleh dipecah tetapi menjadi milik satu anak. Anak yang tidak kebagian lahan dapat mengajukan permohonan hak kepada negara, negara mengambil tanah tersebut dengan cara beli dan menjualnya ke orang lain dengan sistem bayar angsuran dari pemilik baru. Dalam rangka pengaturan tanah khususnya tanah buat petani. PTP akan di likuidasi dan tanahnya diberikan kepada buruhnya. Setiap buruh mendapat 4 ha per keluarga dengan sistem beli angsur.
Langkah berikut, menetapkan kelapa sawit sebagai produk unggulan secara nasional. Dalam rangka mensukseskan kelapa sawit sebagai produk unggulan, maka Indonesia harus menguasai pembibitan, penanaman, perawatan, pengolahan dan pemasaran. Pengolahan yang dimaksud adalah pengolahan dari bahan baku sampai produk akhir yang disversifikasi dalam pengolahan makanan sampai biodiesel. Lahan untuk penanaman Kelapa sawit adalah lahan gundul di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Mendorong Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk menetapkan satu produk unggulan. Menetapkan produk unggulan yang dimaksud adalah dengan menguasai mulai dari proses hulu sampai hilir dengan diberikan kemudahan dana atau modal dari APBD. Sebagai acuan misalnya : Kabupaten Brebes terkenal dengan produk sayur-mayur, maka Kabupaten Brebes diharuskan untuk menetapkan sayur-mayur sebagai produk unggulannya, khususnya bawang merah (brambang). Para petani di Brebes diberikan kemudahan kredit dan disediakannya gudang (coldstorage) untuk penyimpanan hasil dari petani dalam jangka waktu yang lama dan pemasaran dilakukan oleh sebuah badan. Kabupaten Tanah Karo ditetapkan sebagai daerah penghasil jeruk. Masyarakat tanah karo diberikan kemudahan kredit dalam rangka memenuhi kemudahan tersebut dibentuk sebuah badan untuk membangun gudang (coldstorage) untuk penyimpanan sehingga berapa lamapun didalam gudang tidak masalah.
Negara bertanggung jawab menyediakan kebutuhan untuk meningkatkan produksi petani, seperti pupuk, pestisida, cangkul, hand traktor dan peralatan pertanian lainnya dari pengembangan teknologi pertanian. Dalam rangka menyediakan kebutuhan petani akan teknologi terimplemetasikan. Pemerintah perlu mengembangkan teknologi tepat guna bagi petani, baik secara individual maupun secara komunal. Megembangkan teknologi tinggi seperti Texmaco dan Dirgantara Indonesia mutlak diperlukan. Penyediaan prasarana juga harus dilakukan agar seluruh lokasi pertanian dapat terjangkau dan transparan. Seluruh lokasi pertanian harus dapat dilalui kendaraaan roda empat, dan dapat berkomunikasi melaui telepon.
Salah satu problem utama dari petani adalah mengenai pasar dan harga. Negara mendorong berdirinya badan-badan usaha sejenis, yang berfungsi menjaga pasar dan menstabilkan harga. Badan-badan ini dilengkapi dengan pergudangan yang dapat penyimpan hasil pertanian tanpa batas waktu. Dengan demikian, dengan tenang, pengelola usaha bersama dapat memikirkan pasar. Petani pun dengan tenang hanya berfikir meningkatkan produksi. Bulog diberi tanggung jawab untuk tugas tersebut. Produksi diasuransikan dengan jaminan produksi itu sendiri, serta seluruh petani diasuransikan untuk jaminan kesehatan dan pensiun sehingga petani pensiun di usia 60 tahun dan mendapat jaminan perawatan kesehatan seumur hidup.
3.    Membangun Nelayan Modern
Permasalahan yang dihadapi oleh petani agak sama dengan yang dihadapi oleh nelayan. Karena itu, penanganannya hampir sama. Semua wilayah laut Indonesia; tersedia menjadi wilayah penangkapan ikan bagi seluruh nelayan tradisional. Tetapi bagi nelayan yang memiliki perlengkapan teknologi tertentu dibatasi wilayah eksploitasinya, sedangkan nelayan asing prinsipnuya tidak diizinkan menangkap ikan di perairan Indonesia.
Sarana poroduksi nelayan diupayakan tersedia dengan harga terjangkau. Kapal, jaring, dan es adalah sarana produksi yang penting bagi nelayan. Sarana yang disebutkan tadi diupayakan meningkatkan teknologi penerapannya. Selain, sarana itu, perlu diberikan jaminan rasa aman dengan melengkapi perlengkapan pengamanan dilaut. Termasuk pengadaan sarana komunikasi yang handal dan harga yang terjangkau.
Sama dengan petani, salah satu problem yang dihadapi nelayan adalah pasar dan harga. Negara mendorong berdirinya badan-badan usaha sejenis, yang berfungsi menjaga pasar dan menstabilkan harga. Badan-badan ini dilengkapi dengan pergudangan yang dapat menyimpan hasil nelayan tanpa batas waktu. Dengan demikian dengan tenang, pengelola usaha bersama dapat memikirkan pasar. Nelayan pun dengan tenang hanya berfikir meningkatkan produksi. Bulog diberi tanggung jawab untuk tugas tersebut. Produksi diasuransikan untuk jaminan produksi itu sendiri, serta para nelayan diasuransikan untuk jaminan kesehatan dan pensiun sehingga nelayan pensiun di usia 60 tahun dan mendapat jaminan perawatan kesehatan seumur hidup.
Dalam mewujudkan Welfare state dengan merujuk cara Kim Dae Jung, mantan Presiden Korea Selatan (1996-2001). Ada  beberapa langkah untuk  menciptakan lapangan pekerjaan, yaitu:
1.    Membentuk Good Governance
Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dipercaya dan takut melanggar perintah Tuhan (good governance), maka ditempuh empat langkah penting yaitu:
a.    Mengangkat menteri-menteri yang profesional, berdedikasi, komit dan mendapat dukungan publik, lulus fit and proper test yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh presiden dan wakil presiden. Profesional artinya yang bersangkutan telah menguasai bidang tugas kementerian yang ditanggung jawabnya, karena bidang itu telah ditekuninya dalam waktu yang cukup lama. Berdedikasi artinya bahwa aktivitasnya di bidang tersebut telah ditekuninya dalam waktu yang cukup lama tanpa cacat, dan yang dilakukannya bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Komit artinya bahwa bidang yang ditekuninya itu dilakukannya semata-mata untuk kepentingan rakyat/publik, dan juga bersedia berkorban (menanggung resiko) dalam menjalankan bidang tugasnya tersebut. Takut melanggar Perintah Tuhan, artinya bahwa dalam mengerjakan bidang yang dikerjakannya yang bersangkutan tidak pernah bertentangan atau melanggar perintah dan larangan Tuhan seperti korupsi, manipulasi, bisnis gelap, tindakan asusila dan lain- lain.
b.    Merubah status jabatan eselon I dan II dari jabatan karier menjadi jabatan professional, setelah tiga bulan menjabat sebagai menteri yang bersangkutan harus sudah selesai mengangkat pejabat eselon satu seperti Sekjend, Dirjend, Irjend dan kapuslitbag yang juga tentunya memiliki visi Welfarestate, menguasai bidang tugas yang hendak dipercayakan kepadanya dan memiliki Track record yang bersih, jujur dan inovatif. Dalam pengangkatan ini yang diutamakan adalah mereka yang berasal dari lingkungan dalam instansi yang bersangkutan yang masih tersedia. Walaupun demikian pengangkatan ini juga terbuka bagi para profesional di luar lingkungan PNS untuk kebutuhan lima tahun. Pengangkatan ini dilakukan melalui proses fit ad proper test. Tiga bulan setelah pengangkatan pejabat eselon satu atau enam bulan setelah jalan pemerintahan. Menteri sudah harus selesai mengangkat pejabat eselon dua. Para pejabat tersebut harus memiliki kriteria seperti yang diisyaratkan pada pejabat eselon satu yaitu : memilki visi welfarestate, menguasai bidang tugas yang hendak dipercayakan dan memiliki track record bersih, jujur dan inovatif.
Mereka-mereka ini diutamakan diangkat dari kalangan dalam (PNS) melalui seleksi fit and proper test.
c.    Menaikkan gaji pejabat birokrat dan Pegawai Negeri hingga pada tingkat yang dapat memberi hidup layak sebagai pejabat dan sebagai Pengawai Negeri.
d.   Menegakkan disiplin Pegawai Negeri dan Pejabat Birokrat. Seluruh pejabat eselon I dan II wajib mendapatkan harta sebelum memangku jabatan dan selanjutnya setiap tahun melaporkan hartanya. Untuk mengaktifkan pengawasan peran masyarakat diikutsertakan dengan memberikan 25 % sebagai insentif bagi yang menemukan.
2.    Menegakkan Hukum dan Memberantas KKN
  • Meniru langkah yang ditempuh Kim Dae Jung, maka yang ditempuh Partai Buruh adalah menegakkan hukum dengan menyelesaikan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi selama Pemerintahan Orde Baru berkuasa. Sebagai langkah awal adalah mengadili kejahatan HAM dan ekonomi Jenderal (Besar) Soeharto dan kemudian diteruskan dengan mengadili kroni-kroninya, menyita harta koruptor untuk diserahkan kepada negara minimal sebesar 70 %.
  • Diberikan kompensasi kepada korban atau keluarga korban pelanggaran HAM, melakukan rehabilitasi dan diakhiri dengan rekonsiliasi.
  • Selanjutnya dilakukan langkah penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran dan kejahatan, terutama kejahatan yang ada hubunganya dengan jabatan.
    3.    Langkah ketiga: Menanam Kelapa sawit sebagai unggulan ekonomi

Kim Dae jung menetapkan teknologi informatika sebagai produk unggulan Korea Selatan, maka Partai Buruh menetapkan kelapa sawit menjadi produk unggul Indonesia. Dengan menetapkan kelapa sawit sebagai unggulan ekonomi, Indonesia harus menguasai prosesnya dari hulu sampai hilir yaitu mulai dari proses pembibitan, penanaman, perawatan, pengolahan produk akhir (final product, produksi pangan dan biodiesel) sampai pemasaran. Pengolahan yang dimaksud adalah pengolahan kelapa sawit menjadi makanan, mentega, minyak goreng, sabun, dan lain-lain.
Semua hal di atas harus disertai dengan kebijakan politik dari negara untuk memproteksi industri pegolahan dalam negeri yaitu dengan melarang ekspor CPO atau menaikkan pajak ekspor CPO, disertai dengan pemberiaan kredit bunga ringan bagi petani penanam kelapa sawit.
Lahan yang dibutuhkan untuk penanaman adalah lahan/hutan gundul, kemudian dibagikan kepada kepala keluarga petani kelapa sawit masing-masing 4 ha - 6 ha. Melalui kelapa sawit diharapkan dalam waktu 4 tahun dapat menciptakan lapangan kerja riil sebanyak 15 juta.
Selain langkah-langkah di atas Partai Buruh akan melikuidasi PTPN-PTPN (PT. Perkebunan Nusantara) yang selama ini tidak jelas kontribusinya kepada negara dan rakyat dan kemudian lahan tersebut dibagikan kepada buruh-buruh dengan cara beli cicil hasil panen. Selain menetapkan produk unggulan, masing-masing daerah/kabupaten/kota didorong untuk menentukan spesifikasi produksi. Misalnya spesifikasi produkl kabupaten brebes adalah bawang dan spesifikasi produk tanah karo adalah jeruk.
4.    Merealisasikan Kesejahteraan Rakyat
Pendidikan adalah tahap awal mewujudkan tujuh butir Welfarestate. Langkah-langkah yang ditempuh dalam program pendidikan ini adalah:
  1. Mendidik dari yang tidak berpakaian menjadi berpakaian, tahu baca dan berpendidikan setara SD.
  2. Yang tamat SD dan berpengetahuan setara SD dididik menjadi berpengetahuan setara SMP.
  3. Yang tamat SMP dan berpengetahuan setara SMP menjadi berpengetahuan setara SMA

Sebelum menjalankan langkah ini terlebih dahulu harus diwujudkan anggaran untuk pendidikan minimal sebesar 20% dalam APBN. Dengan program ini diharapkan dalam jangka waktu tiga tahun persoalan buta huruf dapat diatasi. Mengenai biaya adalah menjadi tanggung jawab negara dengan adanya distribusi tanggung jawab yaitu : untuk tingkat SD ditanggungjawabi oleh pemerintah kabupaten/kota, tingkat SMP ditanggungjawabi oleh pemerintah provinsi dan tingkat SMA ditanggungjawabi oleh pemerintah pusat.
Bersamaan dengan program di bidang pendidikan, masalah pengangguran juga harus ditanggulagi. Mulai APBN tahun keempat tunjangan sosial penggangur dimasukan dalam APBN. Selanjutnya pada tahun ketiga dana kesehatan, dana pensiun dan pemeliharaan orang miskin dan terlantar akan dianggarkan dalam APBN. Nantinya diakhir periode hubungan agama dengan negara dipertegas, yaitu dihentikannya intervensi negara terhadap agama. Agama mensuply nilai-nilai moral kepada negara, tetapi negara tidak ikut campur dalam urusan agama. 



[2] Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo, hal. 14.
[3] Esping-Andersen. 2011. PPT Ekonomi Politik.
[4] Hantaris, Linda. 2007. Welfare Policy. Anand.
[5] Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia, Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta, halaman 26.
[6] Ridwan HR. Op. Cit. hal. 15.
[7] “Pengertian Welfare State” melalui http://umemsindonesia.blogspot.com.
[8] “Welfare State di Indonesia” melalui http://www.muchtarpakpahan.com.

0 komentar:

Posting Komentar