BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengaturan hokum tentang hak-hak narapidana penderita HIV/AIDS tidak ada satu Pasal pun yang khusus mengaturnya, namun secara implisit
dijelaskan dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) yaitu: (1) Wewenang, tugas, dan
tanggung jawab perawatan tahanan ada pada Menteri. Ketentuan
mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas, dan tanggung
jawab perawatan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang
perawatan kesehatan narapidana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun
2012 dalam Pasal 16 ayat (3) dijelaskan bahwa apabila dari
hasil pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud ditemukan adanya penyakit
menular atau membahayakan, maka penderita tersebut dirawat secara khusus. Yang
dimaksud dengan ”dirawat secara khusus” adalah menempatkan penderita di tempat
tertentu atau di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya penularan. Ketentuan
mengenai perawatan secara khusus sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
2.
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Penderita HIV/AIDS Di Lembaga
Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan sama saja dengan pembinaan narapidana pada umumnya,
namun ada sedikit perbedaan, yaitu narapidana tersebut di karantinakan dan
menjalani perawatan dan pengobatan khusus dari Tim Dokter Lapas, jika tidak
mampu lagi merujuknya ke RSUD terdekat yang ahli dalam bidang penyakit
tersebut. Dari hasil wawancara dari beberapa narapidana yang positif menderita
HIV/AIDS setelah menjalani perawatan dan pengobatan sudah mengalami perbaikan
dan bisa beraktivitas seperti narapidana pada umumnya.
3.
Hak-Hak Narapidana Penderita HIV/AIDS Di
Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan sama saja dengan hak yang diperoleh
narapidana pada umumnya, namun ada hak-hak khusus yang dimilikinya, seperti hak
untuk tidak dites HIV, hak untuk dirahasiakan penyakitnya, hak memperoleh
perawatan intensif, dan sebagainya.
B.
Saran
Dari
kesimpulan tersebut diatas, penulis dapat memberikan saran-saran yang relevan
sebagai berikut:
1.
Dalam menjamin kepastian
hukum yang jelas mengenai pengaturan UU terhadap regulasi hukum pembinaan
narapidan terutama hak-hak narapidana yang menderita HIV/AIDS, perlu
dicantumkan langsung di dalam Undang-Undang mengingat HIV/AIDS merupakan
penyakit yang mematikan dan cenderung menyerang narapidana di dalam Lapas,
serta adanya korban yang meninggal dunia yang salah satu faktor penyebabnya
kurang intensifnya penanganan para petugas Lapas dalam pengobatannya, dan perlu
di cantumkan dalam Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.
2.
Pembinaan yang
dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan terhadap narapidana yang
menderita HIV/AIDS, sudah tepat dengan dibetuknya Tim Khusus penanggulangan
HIV/AIDS di Lapas, dan perlu dicontoh oleh Lembaga Pemasyarakatan lain di
wilayah Indonesia pada umumnya.
3.
Hak-hak
narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan
sudah terpenuhi sesuai dengan UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
terkait dengan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, namun disarankan
supaya hak-hak tersebut perlu ditambahi, seperti hak untuk tinggal di rumah
keluarga guna untuk mendapatkan perawatan yang intensif.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Adi Sujatno. 2002.
Negara Tanpa Penjara (Sebuah Renungan).
Jakarta: Monda Ad.
Amiruddin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Andi Hamzah. 2009.
Terminologi Hukum Pidana. Jakarta:
Sinar Grafika.
Dadang Hawari.
2009. Global Effect HIV/AIDS Dimensi
Psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dwidja Priyatno. 2009. Sistem
Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
Fakultas Hukum
UMSU. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi.
Medan: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Hartono. 1996. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
J.C.T.
Simorangkir, dkk. 2010. Kamus Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
P.A.F. Lamintang,
Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP.
Jakarta: Sinar Grafika.
Petrus Irwan
Pandjaitan & Samuel Kikilaitety. 2007. Pidana
Penjara Mau Kemana. Jakarta: CV. Indhill CO.
Ronald Hutapea.
2011. AIDS & PMS Dan Perkosaan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Yuyun Nurulaen.
2012. Lembaga Pemasyarakatan Masalah
& Solusi. Bandung: Marja.
B.
Undang-Undang
Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan.
Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor: M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan
Pemasyarakatan (BPP) dan Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP).
Keputusan Menteri Kehakiman
Nomor: M.03-PK.04.02 Tahun 1991.
Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerja
Sama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
C.
Internet
hhtp://id.wikipedia.org/wiki/hak. Diakses pada
tanggal 15 November 2013.
http://marthinsiraitsttj.blogspot.com/2009/11/hak-dan-kewajiban.html. diakses pada tanggal 20 November 2013.
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/05/064510611/Ini-Penyebab-Dua-Napi-Tewas-di-LP-Cipinang. diakses pada tanggal 10 November 2013.
0 komentar:
Posting Komentar