BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Tinjauan
Tentang
Hak
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hak atau huk adalah wewenang menurut hukum. Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang untuk
mendapatkan atau berbuat sesuatu.
Hak bisa
diartikan sebagai tuntutan seseorang dan kelompok yang sah dan dapat dibenarkan
menurut hukum. Jadi, hak adalah wewenang yang dimiliki individu atau kelompok
untuk menuntut sesuatu yang dikehendakinya sesuai dengan kebenaran menurut
hukum yang sah. Hak dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
- Hak Legal, yaitu hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak-hak legal berasal dari undang-undang, peraturan, hukum-hukum, atau dokumen legal lainnya.
- Hak Moral, yaitu hak yang berfungsi dalam sistem moral. Hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja.
- Hak Khusus, yaitu hak yang timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau karena fungsi khusus yang dimiliki oleh satu orang terhadap orang lain. Jadi, hak ini hanya dimiliki oleh satu atau beberapa manusia.
- Hak Umum, yaitu hak yang dimiliki oleh semua manusia tanpa terkecuali bukan karena hubungan atau fungsi tertentu, melainkan semata-mata karena ia manusia. Dalam bahasa Inggris hak umum ini disebut natural right atau juga human right (Hak Asasi Manusia). Hak asasi adalah hak dasar manusia yang dimiliki sejak lahir.
- Hak Positif, yaitu suatu hak bersifat positif, jika seseorang berhak bahwa orang lain berbuat sesuatu untuknya.
- Hak Negatif, yaitu suatu hak bersifat negatif, jika seseorang bebas untuk melakukan sesuatu atau memiliki sesuatu, dalam arti: orang lain tidak boleh menghindarinya untuk melakukan atau memiliki hal itu.
- Hak aktif (Hak Kebebasan), yaitu hak untuk berbuat atau tidak berbuat seperti orang kehendaki. Orang lain tidak boleh menghindari seseorang untuk melakukan sesuatu.
- Hak Pasif (Hak Keamanan), yaitu hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu.
- Hak Individu, yaitu hak yang dimiliki oleh setiap individu. Misalnya Hak beragama, hak berserikat, hak mengemukakan pendapat, dan lain-lain.
- Hak Sosial, yaitu hak yang dimiliki oleh anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. misalnya hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan, dan lain-lain.
- Hak Pistole, yaitu hak yang diberikan kepada narapidana untuk mendapatkan keringanan berupa pasilitas tertentu, misalnya, penyediaan tempat tidur atau makanan sendiri dan obat-obatan.
Hak adalah
segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak
lahir bahkan belum lahir. Manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan
dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Untuk itu maka oleh
Penciptanya manusia dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan
martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. HAM merupakan hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Selain hak asasi,
manusia juga mempunyai kewajiban dasar antar manusia yang satu terhadap yang
lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Jadi konsep HAM
di Indonesia bukan saja terhadap hak-hak mendasar manusia, tetapi ada kewajiban dasar manusia sebagai
warga Negara untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis,
menghormati HAM orang lain, moral, etika, patuh pada hukum internasional
mengenai HAM yang diterima bangsa Indonesia, juga wajib membela terhadap
Negara. Sedangkan kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan
dan memajukan HAM yang telah diatur berdasarkan peraturan perundangan dan hukum
internasional HAM yang diterima oleh Indonesia.
B. Tinjauan
Tentang Narapidana
1. Pengertian Narapidana
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia Narapidana adalah orang hukuman.[6] Sedangkan menurut Kamus Hukum Narapidana adalah
orang tahanan, orang yang ditahan dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana adalah
orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di dalam lembaga
pemasyarakatan.
Dalam
pengertian sehari-hari narapidana adalah orang-orang yang telah melakukan
kesalahan menurut hukum dan harus dimasukkan kedalam penjara. Menurut
Ensiklopedia Indonesia, status narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi
dapat mengajukan banding, pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak
permohonan grasi kepada presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan.
Status terdakwa menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum
selesai menjalani hukuman (penjara) atau dibebaskan.
Narapidana atau
napi adalah status yang diperoleh oleh seseorang karena dia terjerat kasus
hukum dan sudah ada putusan pengadilan yang menjatuhi dirinya. Seorang tersebut
ada yang terjerat kasus tindak pidana ringan, sedang, bahkan sampai tindak
pindana berat sekalipun. Tidak hanya lelaki saja yang dapat menyandang status
napi, tapi kaum wanitapun juga banyak yang mendapatkan status narapidana.
Narapidana
adalah seorang manusia anggota masyarakat yang diproses dalam lingkungan tempat
tertentu dengan tujuan, metode dan sistem kemasyarakatan, sehingga pada suatu
saat napi itu akan kembali menjadi masyarakat yang baik dan taat kepada hukum.
Narapidana
adalah seorang terhukum yang dikenakan pidana dengan menghilangkan
kemerdekaannya ditengah-tengah masyarakat yang telah keputusan pengadilan
(Hakim). Lebih luas lagi, narapidana adalah orang yang dijatuhi putusan pidana
penjara oleh pengadilan karena melanggar hukum yang telah ditetapkan dan
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan atau rumah tahanan. Tujuan dari hukuman
tersebut ialah untuk menjeraknnya dan melindungi masyarakat terhadap kejahatan
yang dilakukan.
Narapidana
adalah manusia yang memiliki pesifikasi tertentu. Secara umum narapidana adalah
manusia biasa seperti kita semua, yang mana menurut hukum ada spesifikasi
tertentu. Narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana, tidak peduli
apakah itu pidana penjara, pidana denda, atau pidana percobaan. Narapidana
dipergunakan untuk mereka yang telah dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
Narapidana
selain sebagai individu juga sebagai anggota masyarakat yang dalam pembinaannya
tidak boleh diasingkan dari kehidupan masyarakat, juga harus diintegrasikan
kedalamnya.
Selama
kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat
dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Maksudnya keberadaan mereka tidak asing
dari kehidupan masyarakat.
Berdasarkan
pasal 1 angka 7 UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Narapidana adalah
Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.
Narapidana sedikit
beda dengan Narapidana Politik, tetapi tidak boleh ada pembedaan/diskriminasi
yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian
politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau
status lainnya
Status narapidana
diberikan pada saat seseorang tersebut telah menerima sanksi dari majelis hakim
setelah menjalani persidangan yang cukup lama. Fungsi hukuman itu sendiri sebenarnya untuk penebusan
masalah karena orang tersebut telah melakukan pelanggaran hukum atau telah
melanggar UU yang berlaku. Terkadang putusan yang mereka peroleh sangat
memberatkan para napi tersebut, tetapi ada juga yang mendapatkan hukuman yang
lebih rendah dari pada yang seharusnya mereka peroleh.
Setiap orang bisa
terkena atau mendapatkan status narapidana, hal ini karena setiap orang bisa
berpotensi melakukan tindak pidana yang notabenya melanggar hukum positif
Negara kita, dari usia anak-anak, remaja, bahkan orang tuapun bisa melakukan
tindak pidana. Begitu pula dari segi ekonomi, dari kelas ekonomi bawah,
menengah bahkan orang yang tergolong berekonomi menengah ke ataspun juga bisa
terjerat kasus pidana.
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat narapidana adalah
manusia biasa, seperti halnya manusia pada umumnya, hanya karena mereka itu
melanggar hukum dan melalui putusan hakim, maka harus menjalani suatu sistem
perlakuan dengan tujuan dan metode tertentu.
2. Narapidana Penderita
HIV/AIDS
Narapidana penderita HIV/AIDS merupakan narapidana yang menderita
penyakit menular yang didapatkannya baik di dalam tahanan maupun di luar tahanan.
Penderita HIV/AIDS adalah orang yang menderita (kesusahan, sakit) karena
terinfeksi oleh virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
merupakan virus yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada manusia.
Di antara ciri-ciri narapidana yang menderita HIV/AIDS adalah turunnya
berat badan secara drastic dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini disebabkan
oleh diare yang tidak sembuh-sembuh. Selain itu, batuk kering dengan suara
batuk yang menyayat hati sering juga menjangkiti mereka. Tidak dapat dipungkiri
bahwa imun tubuh yang semakin menurun membuat penderita penyakit HIV/AIDS
mengalami banyak masalah kesehatan.
C. Tinjauan
Tentang
HIV/AIDS
1.
HIV
Virus adalah
salah satu organisme terkecil yang dapat menimbulkan penyakit pada makhluk
hidup. Mereka terdiri dari bahan genetik yang dibungkus oleh protein. Virus
memiliki jenis kehidupan yang paling primitif, sehingga banyak peneliti yang
meragukan apakah makhluk ini hidup atau tidak. Namun, hidup atau tidak, mereka dapat
mengancam kehidupan hewan dan tanaman yang besarnya bertriliun kali lipat
dibandingkan ukuran virus.
Walaupun virus
demikian kuat hingga dapat melumpuhkan kita, mereka tidak dapat berkembang biak
dengan sendirinya. Mereka hanya dapat berproduksi (atau berlipat ganda) di
dalam sel-sel dari tanaman atau hewan hidup, termasuk manusia. Apabila virus
menyerang suatu sel dalam tubuh, mereka dapat mengendalikan mekanisme
reproduksi sel sedemikian rupa sehingga menghasilkan partikel-partikel virus
yang baru, yang kemudian dapat disebarkan ke sel-sel lainnya. Virus memasukkan
kode genetik yang diperlukan untuk replikasi, dan sel tuan rumah akan
menyediakan energi dan bahan baku yang dibutuhkan untuk pembentukan
partikel-partikel virus yang baru. Lebih dari 200 macam virus yang menimbulkan
penyakit pada manusia telah diidentifikasi. Sebagian di antara penyakit
tersebut bersifat ringan, dan penderitanya biasanya sembuh total dari
penyakitnya. Akan tetapi ada juga penyakit lain yang sangat berbahaya.
Suatu serangan virus
seperti gondongan, cacar, dan campak memberi seseorang kekebalan menetap,
tetapi banyak juga penyakit akibat virus yang tidak demikian, sehingga tuan
rumahnya tidak memperoleh kekebalan. Antibodi hanya terbentuk apabila virus ada
dalam darah, namun antibodi itu tidak mampu mencegah HIV dari proses
mulitiplikasi dan perusakan terhadap sel-sel tubuh.
HIV menyerang
sistem imun dengan menyerbu dan menghancurkan jenis sel darah putih tertentu,
yang sering disebut dalam berbagai nama
seperti sel T pembantu (helper T cell),
sel T4 dan sel CD4. Sel CD4 ini juga diberikan julukan sebagai panglima dari
sistem imun. CD4 mengenali patogen yang menyerang dan memberi isyarat kepada
sel darah putih lainnya untuk segera membentuk antibodi yang dapat mengikat
patogen tersebut. Sesudah diikat, patogen itu dilumpuhkan dan diberi ciri untuk
selanjutnya dihancurkan. Lalu CD4 kemudian memanggil lagi jenis sel darah putih
lainnya, sel T algojo (killer T cell),
untuk memusnahkan sel yang telah ditandai tadi.
HIV mampu
melawan sel CD4, dengan menyerang dan mengalahkan sel CD4, maka HIV berhasil
melumpuhkan kelompok sel yang justru amat diandalkan untuk mengahadapi HIV
tersebut beserta kuman-kuman jenis lannya. Itulah sebabnya mengapa HIV
membentuk tubuh kita menjadi sangat rentan terhadap infeksi kuman-kuman lainnya
dan jenis-jenis kanker yang umumnya dapat dikendalikan. Tanpa adanya sistem
imun yang efektif, penyakit-penyakit ikutan ini, yang lazim disebut infeksi Oportunistik, merajalela dan berakibat
dengan kematian.
Jumlah normal
CD4 dalam sirkulasi darah kita adalah sekitar 800 hingga 1.200 per milimeter
kubik darah. Selama tahun-tahun pertama infeksi HIV jumlah ini masih dapat
dipertahankan. Orang yang tertular HIV pada mulanya tidak merasakan dan tidak
kelihatan sakit selama sel CD4-nya dalam jumlah lumayan. Barulah sesudah
kira-kira 5 tahun jumlah sel CD4 ini mulai menurun hingga separonya. Pada tahap
ini pun banyak penderita yang belum menunjukkan gejala-gejala penyakit. Sesudah
jumlah sel CD4 ini kurang dari 200 per milimeter kubik darah, mulailah
penderita memperlihatkan berbagai gejala penyakit yang nyata.
Virus
HIV mempunyai masa inkubasi antara
5-10 tahun. Orang yang mengidap HIV masih nampak sehat dan selama itu dapat
menularkan pada orang lain tanpa menyadarinya. Untuk mengetahui seseorang
menderita penyakit HIV atau tidak dapat diketahui melalui pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah dilakukan minimal 2 kali, kalau pemeriksaan pertama negatif 6 bulan
kemudian diperiksa ulang karena antibodi dalam tubuh baru terbentuk dalam 6
bulan (window period). Kalau
pemeriksaan kedua ini negatif berarti orang tersebut tidak menderita HIV/AIDS.
Ada dua macam penderita HIV, yaitu:
a.
Orang yang
terkena HIV tidak melalui perzinaan, yaitu hal-hal yang dilarang oleh agama misalnya
berhubungan seks bebas, perselingkuhan dan pelacuran serta penjaruman jarum
suntik pada pecandu narkotika, melainkan melalui transfuse darah, jarum suntik
yang tercemar dan bayi dari tali pusat ibunya.
b.
Orang yang
terkena HIV karena melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama yaitu perzinaan,
misalnya hubungan seks bebas, perselingkuhan dan pelacuran serta penggunaan
jarum suntik pada pecandu narkotika.
HIV
ditularkan melalui darah, cairan mani, dan vagina orang yang tertular. Orang
mengalami kontak dengan cairan-cairan ini melalui hubungan seks vaginal dan
anal, transfusi dengan darah tercemar, transplantasi dengan organ atau jaringan
yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bekas, atau secara tidak sengaja
tersuntik jarum bekas seseorang yang menderita HIV.
Sudah
terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa HIV pula dapat ditularkan melalui
hubungan seks oral dengan kencan yang terinfeksi, baik pria maupun wanita. HIV
dapat pula ditularkan dari ibu ke anaknya sewaktu anak masih di dalam
kandungan, persalinan maupun sewaktu menyusukan.
Lebih
mungkin dan sering terjadi penularan dari pria ke wanita melalui hubungan seks
dari pada sebaliknya. Salah satu sebabnya adalah karena kuman HIV lebih banyak
ditemui di dalam cairan semen daripada cairan vagina. Sebab lain adalah bahwa
mani yang tercemar HIV dapat tinggal di dalam vagina beberapa hari setelah
melakukan hubungan seks, sehingga lebih besar untuk dapat menularkan.
Perlu
pula diketahui keadaan-keadaan di mana HIV tidak dapat ditularkan. Pengetahuan
ini akan dapat menghilangkan keragu-raguan dan ketakutan yang tak perlu
terhadap orang-orang yang tertular HIV. Telah terbukti bahwa HIV tidak
dipindahkan dengan cara bersentuhan biasa seperti jabat tangan, rangkulan atau
persinggungan tubuh di dalam bis atau kereta api. HIV juga tidak dipindahka
melalui gigitan nyamuk atau serangga. HIV juga tidak dapat ditularkan dengan
mencoba pakaian di took, memegang gagang pintu dan sebagainya.
2.
AIDS
AIDS adalah nama
suatu penyakit. AIDS adalah singkatan dari Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau sindroma kehilangan kekebalan. Suatu sindrom
adalah sekelompok tanda-tanda atau gejala-gejala dari suatu penyakit. Sedangkan
HIV adalah singkatan dari Human
Immunodeficiencyn Virus, yaitu jasad renik yang menyebabkan terjadinya
AIDS. HIV melumpuhkan sistem kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang
membantu dalam menghalau berbagai macam penyakit. Jika sistem kekebalan ini
lemah hingga taraf tertentu, maka orang tersebut akan mudah terserang berbagai
macam penyakit yang dalam keadaan normal tidak dapat bertahan dalam tubuh kita.
Pada keadaan demikianlah seseorang dikatakan menderita AIDS.
AIDS adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Nama Acquired Immunodeficiency Syndrome
berarti bahwa sistem imun mengalami kelumpuhan atau tak memadai. Dengan
melemahnya kekebalan ini maka tubuh tak mampu lagi mempertahankan dirinya
terhadap serangan penyakit. Akibatnya tubuh kita mengalami penyakit-penyakit
infeksi yang dalam keadaan biasa tak pernah dapat mewujud menjadi penyakit.
Gangguan-gangguan inilah yang disebut “opportunistic
infections” atau infeksi ikutan atau dalam pengertian dangkal disebut
dengan infeksi mumpung yakni infeksi yang terjadi mumpung badan sedang lemah.
Kesalahpengertian sering timbul karena salah satu infeksi ikutan ini berbentuk pneumonia atau radang paru-paru, yakni pneumocystic carinii pneumonia disingkat
PCP. Sebelum dikenalnya AIDS, PCP hanya ditemukan pada penderita kanker yang
sistem kekebalannya melemah, biasanya akibat efek samping pengobatan kimiawi
atau obat-obatan. Tetapi AIDS sendiri bukanlah sejenis pneumonia.
Seseorang
yang menderita AIDS pertama kali akan mengalami gejala-gejala umum seperti
influenza. Kemudian penyakit AIDS ini akan menjadi bervariasi pada kurun waktu
antara 6 bulan sampai 7 tahun, atau rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan pada orang dewasa. Di samping itu perlu diperhatikan pula gejala-gejala
non spesifik dari penyakit AIDS yaitu yang disebut ARC (AIDS Related Complex) yang berlangsung lebih dari 3 bulan, dengan
gejala-gejala sebagai berikut:
a.
Berat bada turun
lebih dari 10%;
b.
Demam lebih dari
38 derajat Celcius;
c.
Berkeringat di
malam hari tanpa sebab;
d.
Diare kronis
tanpa sebab yang jelas lebih dari 1 bulan;
e.
Rasa lelah
berkepanjangan;
f.
Bercak-bercak
putih pada lidah;
g.
Penyakit kulit
dan penyakit jamur pada mulut;
h.
Pembesaran
kelenjar getah bening, anemia (kurang darah), leucopenia (kurang sel darah
putih), limfopenia (kurang limphosit) dan trombositopenia (kurang sel-sel
trombosit/sel pembekuan darah);
i.
Ditemukan
antigen HIV atau antibody terhadap HIV;
j.
Gejala klinis
lainnya antara lain kelainan pada:
-
Kulit dan rambut
kepala,
-
Kulit muka dan
kulit bahagian tubuh lainnya,
-
Mata dan Hidung
-
Rongga mulut
(langit-langit, gusi dan gigi),
-
Paru-paru,
-
Alat kelamin,
-
Dan
gejala-gejala penyakit “oportunitistik”
lainnya.
Perawatan
penderita AIDS memerlukan standar perawatan medik yang khusus untuk itu karena
setiap cairan yang keluar dari tubuh penderita berpotensi sebagai sumber
penularan. Begitu pula bila seorang penderita AIDS meninggal dan ia beragama
Islam, cara memandikan jenazahnya harus memenuhi standard an prosedur khusus
agar orang yang memandikannya tidak ikut tertular.
D. Tinjauan
Tentang Pemasyarakatan
1.
Pengertian
Pemasyarakatan
Menurut Kamus Hukum,
Pemasyarakatan adalah usaha untuk mengembalikan seseorang narapidana kepada
kehidupan bermasyarakat seperti sebelum ia melakukan tindak pidana dan dijatuhi
hukuman.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tetang Pemasyarakatan
Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam peradilan pidana.
2.
Lembaga
Pemasyarakatan
Menurut
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (3)
menjelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
pemikiran- pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar
penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial
Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak
lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem
pemasyarakatan.
Walaupun telah diadakan
berbagai perbaikan mengenai tatanan (stel-sel) pemidanaan seperti pranata
pidana bersyarat (Pasal 14a KUHP), pelepasan bersyarat (Pasal 15 KUHP), dan
pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47
KUHP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem
pemenjaraan, sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan
penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah
rumah penjara bagi Narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang
bersalah.
Sistem pemenjaraan yang
sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga
"rumah penjara" secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu
sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan
konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari
kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali
menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.
Berdasarkan pemikiran
tersebut, maka sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi Narapidana dan Anak
Pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi
sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula disebut rumah
penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Surat
Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G.8/506 tanggal 17 Juni
1964.
Sistem Pemasyarakatan
merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya
tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan.
Narapidana bukan saja
obyek melainkan juga subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang
sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan
pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan Narapidana berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial
lain yang dapat dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan
Narapidana atau Anak Pidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya
menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi
nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat
yang aman, tertib, dan damai.
Fungsi sistem
pemasyarakatan dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan yaitu: sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab. Sistem pemasyarakatan bersifat multilateral oriented, dengan pendekatan
yang berpusat pada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang
bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu
keseluruhan. Secara singkat sistem pemasyarakatan adalah konsekwensi adanya
pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana
hilang kemerdekaan. Sistem pemasyarakatan di samping bertujuan untuk
mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga
bertujuan untuk melindunginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan,
serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai
yang terkandung dalan Pancasila.
Pemasyarakatan bertujuan
untuk memasyarakatkan kembali terpidana dengan cara mengadaptasikan kembali
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, bila dilihat dari konsep pemasyarakatan, pada
hakikatnya perampasan kemerdekaan seseorang itu hanya bersifat sementara (untuk jangka waktu
tertentu) sebagai upaya untuk memulihkan kembali integritas narapidana agar ia
mampu beradaptasi kembali dalam masyarakat dengan baik
Sedangkan yang dapat
menentukan berhasilnya sistem pemasyarakatan adalah tergantung subyek materi
yang satu sama lain saling menunjang, yaitu narapidana, petugas pemasyarakatan,
dan masyarakat.
Narapidana harus
diberikan bimbingan, pendidikan mental dan keterampilan yang tidak lepas dari
dan bersama dengan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat sehingga bisa
menjalankan fungsi sosialnya kembali.
Petugas pemasyarakatan
sebagai pendorong, sebagai pembimbing dan pembina, hendaknya dibekali dengan
pengetahuan yang matang sehingga mengetahui arah pembinaan yang ditujunya,
menyadari betapa penting tugasnya, serta mencintai tugasnya atau dengan kata
lain memiliki dedikasi dan disiplin yang tinggi.
Masyarakat hendaknya
selalu berpartisipasi secara penuh dan memberikan dukungan dalam membantu
terlaksananya pembinaan terhadap narapidana. Masyarakat harus menerima dan
bukannya memberikan cap eks narapidana, apa lagi melakukan permusuhan dan
selalu mencurigai bekas narapidana.
Lembaga pemasyarakatan
sebagai lembaga yang didirikan oleh pemerintah secara formal akan menjadi
tumpuan masyarakat yang memerlukannya. Tugas pihak lembaga pemasyarakatan cukup
berat, sebab lembaga ini sebagai sebuah institusi harus mampu memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan oleh lembaga, yaitu: tidak melanggar hukum lagi, berpartisi
aktif dalam pembangunan, hidup bahagia dunia akhirat.[20]
Hal ini dapat terlaksana jika dalam pelaksanaan pembinaannya, para pembina
mampu membuat para narapidana bertawakal kepada Tuhan, yaitu dapat memiliki dua
karakter sekaligus, pertama memiliki keterampilan untuk bekal hidupnya kelak
dan kedua memiliki kepasrahan kepada Tuhan dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti
menolongnya atau dengan kata lain masuk Islam secara menyeluruh (kaffah).
3.
Pembinaan
Pembinaan adalah
suatu usaha untuk menjadikan yang dibina hidup sehat jasmaniah dan ruhaniah,
sehingga dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali keterampilannya,
pengetahuannya serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup. Lembaga pemasyarakatan
sebagai institusi yang menangani masalah narapidana, mengarahkan pasien (warga
binaan) agar mencapai hidup sehat jasmani dan ruhani melalui pembinaan
kepribadian dan kemandirian.
Pembina dalam
upaya melaksanakan pembinaan tidak berarti mengubah struktur masyarakat yang
sudah mapan tetapi mengubah prilaku narapidana dari suatu kondisi kepada
kondisi yang lebih baik. Upaya ini
dilakukan dengan melalui suatu proses pembinaan secara terus-menerus
berdasarkan proses pemasyarakatan yang sudah relative mapan.
Pembinaan
narapidana menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.20.PK.04.10 Tahun 1990 adalah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki
dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan anak didik yang
berada dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rutan (intramural
treatment) dan klien pemasyarakatan di luar tembok (ekstramural treatment).
Secara
sederhana, narapidana mulai masuk untuk dibina yang biasa dipanggil sebagai
warga binaan. Tahap pertama mereka melakukan admisi orientasi. Setelah selesai
mereka memasuki tahan dua, yaitu pembinaan lanjutan dengan program kepribadian
dan kemandirian. Setelah selesai tahap dua memasuki tahap tiga yaitu tahap
asimilasi. Mereka tidak lagi ditempatkan di kerangkeng jeruji besi tetapi mulai
secara pelan-pelan memasuki proses dengan masyarakat. Mereka dikaryakan dengan kerja
di luar gedung komplek Lapas tetapi masih termasuk komplek wilayah Lapas. Jika
tahap tiga dijalani dengan baik oleh narapidana maka kebebasan akan segera
didapatkan.
4.
Hak-Hak Narapidana
Dalam
bidang pelayanan hak-hak narapidana dan tahanan telah diatur secara limitatif
dalam Pasal 14 UU tentang Pemasyarakatan dan dalam Bab IV PP Nomor 58 tentang
Syarat-Syarat dab Tatacara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggungjawab
Perawatan Tahanan. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa seorang tahanan
mempunyai hak atas: pelaksanaan ibadah, perawatan jasmani dan rohani,
pendidikan dan pengajaran, pelayanan kesehatan dan makanan, keluhan, bahan
bacaan dan media massa, kunjungan dan hak lainnya. Sementara itu seorang
narapidana, selain mempunyai hak seperti hak yang dimiliki oleh seorang
tahanan, juga mempunyai hak: mendapat upah dan premi, mendapat remisi,
assimilasi dan cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang
bebas dan hak lainnya. Kerawanan akan muncul, akibat tidak optimalnya pelayanan atas hak tersebut, di
mana hal tersebut diakibatkan karena institusi Lapas/Rutan menghadapi berbagai
keterbatasan seperti: terbatasnya dana,
terbatasnya sarana dan prasarana dan lain-lain. Oleh sebab itulah Ditjen
Pemasyarakatan telah menetapkan sasaran yang dapat dijadikan indikator
keberhasilan sistem Pemasyarakatan. Isi penghuni Lapas harus lebih rendah dari
kapasitas, besarnya biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia
Indonesia pada umumnya. Sasaran terhadap perbandingan banyaknya narapidana yang
bekerja di bidang industry dan pemeliharaan adalah 70 : 30, prosentase kematian
sama dengan prosentase di masyarakat. Dengan ditetapkannya sasaran tersebut,
maka diharapkan bahwa pelayanan atas hak-hak narapidana dan tahanan di
Indonesia akan dapat dicapai secara optimal.
Pelayanan
hak-hak narapidana dan tahan tersebut juga akan dapat terganggu apabila
Kalapas/Karutan melakukan pendekatan yang cenderung bersifat security approach. Sehingga semua hak
tersebut akan mudah diabaikan hanya karena alasan akan mengganggu keamanan
Lapas/Rutan. Demikian pula dengan pendekatan keamanan yang represif akan
cenderung berpotensi untuk melanggar HAM, misalnya penjatuhan hukuman disiplin
bagi pelanggar aturan yang tidak sesuai dengan prosedur, cara pengawalan yang
tidak manusiawi, penggunaan senjata api yang tidak sesuai prosedur dan
lain-lain sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar