Dinamika Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu
menarik dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang
menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap kegiatan
kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola
interaksi antar komponen organisasi (Suarjaya dan Akib, Usahawan bulan Nopember
2003: 42). Lebih dari itu, kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan
kelahiran, pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi. Mengingat arti
penting dan peranan kepemimpinan itu maka tulisan ini diarahkan bukan saja
untuk menyegarkan pemahaman pembaca mengenai topik kepemimpinan, melainkan pula
– dengan menggunakan prinsip iklan – untuk memberitahukan yang tidak tahu,
mengingatkan yang lupa, dan mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang sudah
tahu akan kepemimpinan.
Pengertian
Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi
dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota
kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai
kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi
komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan
kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan
mengembangkan budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman 1989:
459-460). Unsur-unsur kepemimpinan menurut Shegdill adalah: (1) adanya
keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut; (2) distribusi kekuasaan di
antara pemimpin dengan anggota organisasi; (3) legitimasi diberikan kepada
pengikut, dan (4) pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara.
Beberapa pendapat pakar mengenai
kepemimpinan juga disajikan oleh Philip (2003: 5-6) sebagai berikut. Menurut
Burns bahwa kepemimpinan merupakan proses hubungan timbal balik pemimpin dan
pengikut dalam memobilisasi berbagai sumber daya ekonomi, politik dan sumber
daya lainnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya, Gardner
berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu atau sekumpulan aktivitas yang
teramati oleh pihak lain, berlangsung dalam kelompok, organisasi atau lembaga,
dan melibatkan pemimpin dan pengikut yang bekerjasama untuk mewujudkan tujuan
umum yang direncanakan. Sedangkan Hary S. Truman mengartikan kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk memperoleh orang-orang agar mengabaikan apa yang tidak
disukai dan melaksanakan apa yang disukai.
Sesuai definisi kepeminpinan pakar di
atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan memiliki berbagai makna, tergantung pada
sudut pandang pakar, dan tergantung pula pada konteksnya. Kepemimpinan
merupakan suatu proses menggerakan berbagai sumber daya dan mempengaruhi orang
lain agar bekerjasama untuk pencapaian tujuan. Kapabilitas, pengaruh, proses,
pemimpin, pengikut, penggerakan, kerjasama dan tujuan merupakan unsur-unsur
penting kepemimpinan. Sebagai proses, kepemimpinan dapat dikategorikan ke dalam
beberapa bagian yaitu: (1) melibatkan pengaruh pemberian contoh dan persuasi,
(2) interaksi di antara berbagai aktor baik sebagai pemimpin maupun sebagai
pengikut, (3) interaksi dipengaruhi situasi dimana interaksi itu berlangsung.
(4) proses meraih berbagai luaran seperti pencapaian tujuan, kohesi kelompok,
dorongan atau perubahan budaya organisasi (Philip, 2003: 6).
Konsep kepemimpinan kontemporer
menganggap bahwa kepemimpinan merupakan proses saling mempengaruhi antara
pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan bersama (Lussier dan Achua, 2001:
6). Elemen kunci kepemimpinan meliputi: pemimpin-pengikut, pengaruh, orang,
perubahan dan tujuan yang akan dicapai. Pengikut ialah orang lain yang
dipengaruhi oleh pemimpin. Pengaruh ialah upaya pemimpin mempengaruhi orang
lain dengan cara mengkomunikasikan gagasan, memperoleh tanggapan atas gagasan
yang dikemukakan dan memotivasi pengikut agar mendukung dan mengimplementasikan
gagasannya dengan melakukan perubahan. Pengaruh merupakan esensi kepemimpinan. Pemimpin yang efektif mempengaruhi pengikutnya dalam berpikir
bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan pula untuk kepentingan
bersama. Selanjutnya, meskipun istilah orang tidak dikemukakan secara spesifik
dalam definisi kepemimpinan ini, namun setelah membaca elemen definisi
kepemimpinan yang lain, maka dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah
mengarahkan orang (lain). Definisi kepemimpinan ini mengandung makna bahwa
pengikut yang baik juga menunjukkan peran kepemimpinan jika diperlukan, artinya
pengikut bisa saja mempengaruhi pemimpinnya. Karena itu, definisi kepemimpinan
kontemporer ini menunjukkan bahwa proses mempengaruhi terjadi antara pemimpin
dan pengikut secara timbal balik dan dua arah.
Perkembangan
Gaya Kepemimpinan
Langkah yang perlu ditempuh
dalam mengklasifikasikan gaya kepemimpinan ialah memahami pengertian gaya
kepemimpinan dan menentukan tipologi kepemimpinan yang dapat dijadikan sebagai
acuan yang dapat mencirikan sekaligus membedakan setiap gaya kepemimpinan.
Istilah gaya sama dengan cara, teknik atau metode yang digunakan oleh pemimpin
untuk mempengaruhi pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
(Thoha, 2001: 49). Menurut Kaplan dan Norton (2001: 350) bahwa, gaya
kepemimpinan merupakan ramuan yang paling kritis bagi keberhasilan pengukuran
kinerja organisasi secara komprehensif. Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah
gaya kepemimpinan eksekutif senior yang berpengaruh terhadap seluruh anggota
organisasi.
Gaya kepemimpinan dapat
dicirikan dan dibedakan dengan fungsi kepemimpinan seperti uraian berikut. Gaya
kepemimpinan pada dasarnya mengandung arti berupa cara pemimpin berhubungan
dengan pengikut atau bawahannya. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan
memiliki dua sifat, yakni berorentasi pada tugas dan berorentasi pada
bawahan (Robbins, et.al., 1994: 473).
Fungsi kepemimpinan pada dasarnya menyangkut dua hal pokok, yakni: (1)
fungsi yang berkaitan dengan tugas yang disebut fungsi pemecahan masalah, dan
(2) fungsi pemeliharaan kelompok yang disebut fungsi sosial.
Menurut Robbins, et.al.
(1994: 477) bahwa ada dua gaya kepemimpinan yang ekstrim yakni gaya
kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya
otokratis dipahami sebagai gaya kepemimpinan yang berdasar pada kekuatan posisi
dan penggunaan otoritas pemimpin. Sedangkan gaya kepemimpinan demokratis
dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan pengikut dalam proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dua kutub pemikiran tentang gaya
kepemimpinan ini sejalan dengan pendapat Robert Tannenbaum dan Warren H.
Schmidt (1958) dalam Robbins, et.al. (1994: 4780 dan Gibson (1997: 14) bahwa
gaya kepemimpinan otokratis dan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang
dapat ditempatkan pada suatu kontinuum dari perilaku pemimpin yang sangat
otokratis pada satu ujung dan perilaku pemimpin yang sangat demokratis pada
ujung yang lain. Apalagi karena menggunakan kata kunci yang sama yakni
“kontinuum”, dengan merinci tujuh model keputusan pemimpin. Karena itu, gaya
kepemimpinan yang lainnya dapat diposisikan dalam kontinuum di antara kedua
gaya kepemimpinan tersebut.
Beberapa gaya kepemimpinan
yang populer di masa lalu dapat dikategorikan ke dalam kontinuum klasifikasi
gaya kepemimpinan ini. Misalnya, model Manajerial Grid dari Robert R.
Blake dan Jane S. Mouton dalam Robbins, et.al. (1994: 474) yang merinci gaya
kepemimpinan ke dalam empat gaya ekstrim, ditambah satu gaya yang berada di
tengah-tengah untuk menyeimbangkan keempat gaya yang berada pada empat sisi
yang berbeda, merupakan salah satu contoh yang tepat. Begitu pula gaya tiga
dimensi dari William J. Reddin yang pada dasarnya hanya merupakan pengembangan
gaya kepemimpinan yang diintrodusir dari hasil penelitian Universitas Ohio dan
gaya yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Gaya kepemimpinan yang juga
penting sebagai bagian dari teori perilaku adalah sistem manajemen dari Rensist
Likert (Robbins, et.al., 1994: 309) berupa desain empat sistem kepemimpinan.
Hal penting yang dapat
dipahami dari deskripsi posisi gaya kepemimpinan di atas ialah pemetaan gaya
kepemimpinan dalam berbagai model – kontinuum, grid, tiga dimensi dan sistem
manajemen – dan gambaran tentang konsep kepemimpinan terdahulu yang tidak
mempermasalahkan perbedaan ciri setiap gaya kepemimpinan, padahal cirinya
cenderung berbeda dilihat dari peta teori yang dibuat. Dengan demikian, model
kepemimpinan yang dibuat ini merupakan wadah untuk memetakan gaya kepemimpinan
yang ada dan akan ada.
Level
Analisis Teori Kepemimpinan
Untuk
mengklasifikasi teori dan penelitian kepemimpinan dapat dilakukan dengan cara
memahami level analisisnya (Lussier dan Achua, 2001: 14). Level analisis teori
kepemimpinan minimal terdiri dari empat, yakni individu, kelompok, organisasi
dan masyarakat. Karena itu, sebagian besar kajian kepemimpinan diformulasikan
dalam konsep proses pada salah satu dari empat level tersebut.
Pertama, level
individu. Level analisis ini terfokus pada individu pemimpin dan hubungannya
dengan individu lain (pengikutnya). Asumsi yang dianut ialah efektivitas
kepemimpinan tidak dapat dipahami lebih jauh tanpa menjelaskan bagaimana
pemimpin dan pengikutnya saling mempengaruhi satu sama lain sepanjang waktu.
Kedua, level
kelompok. Level analisis ini terfokus pada hubungan antara pemimpin dengan
kelompok pengikut kolektif yang disebut proses kelompok. Teori proses kelompok
memfokuskan pada kontribusi seorang pemimpin terhadap efektivitas kelompok.
Penelitian mendalam tentang beberapa kelompok kecil telah mengidentifikasi
faktor determinan penting bagi efektivitas kelompok.
Ketiga, level
organisasi. Level analisis ini terfokus pada organisasi sehingga lazim disebut
proses organisasi. Kinerja organisasi dalam jangka panjang tergantung pada
penyesuaian secara efektif terhadap lingkungan dan perolehan sumber daya yang
dibutuhkan untuk tetap hidup, serta pada proses transformasi efektif yang
digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan produk dan jasa. Sebagian hasil
penelitian terakhir pada level organisasi menunjukkan adanya pengaruh
signifikan dari manajer level puncak terhadap kinerja organisasi (Lussier dan
Achua, 2001: 14; Manz dan Sims, 2001: 2; Overton, 2002).
Keempat, level
masyarakat. Level analisis ini banyak terfokus pada perilaku pemimpin informal
dalam masyarakat pada umumnya. Corak kepemimpinan di masyarakat sangat
dipengaruhi oleh tatanan nilai dan keyakinan serta norma-norma (adat,
kesusilaan, hukum, agama) yang berkembang dalam masyarakat.
>>>>>>>>>selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<
0 komentar:
Posting Komentar